Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

Perkuat Kesadaran Masyarakat untuk Melindungi Anak

Saya terkejut saat membaca berita yang menyebutkan Direktorat Tipidum Bareskim Polri mencatat hasil perhitungan kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2016 yang mencapai 254 kasus. Itu jumlah yang mengerikan bagi Indonesia terkait dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Sampai detik ini, pemerintah menanggulangi kasus kekerasan seksual dengan beberapa program. Salah satunya dengan pencanangan gerakan di Kota Layak Anak. Daerah yang sudah menjalankan antara lain Denpasar Bali dan Bondowoso Jawa Timur. Tak hanya kementerian Perempuan dan Pemberdayaan Anak, DPR juga mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang tersebyt memuat dalam Peraturan Pemerintah tentang Pemberatan Hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Seperti hukuman kebiri kimiawi dan penambahan masa kurungan menjadi sumur hidup. Penetapan hukuman diberlakukan kepada para pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Hasil pengamatan Komisi Perli...

Luluhnya Pendidikan Dongeng di Indonesia

Salah satu warisan budaya Indonesia adalah dongeng. Setiap daerah memiliki budaya dongeng tersendiri. Bukan sekadar menghibur, namun juga mendidik: menanamkan akhlak dan moral terhadap anak. Sayangnya, warisan nenek moyang yang disebar dari mulut ke mulut itu mulai luntur terbawa arus era digitalisasi.  Divisi Pendidikan Anak Pusat Konsultasi dan Layanan Psikologi (PKLP) Universitas Negeri Surabaya, termotivasi untuk memberdayakan budaya dongeng. Dongeng dikenalkan untuk memasukkan nilai-nilai keberagaman, termasuk nilai toleransi, tenggang rasa, dan saling menghargai antarsesama. Dipandu Kak Nitrit, peserta Sanggar Kreativitas dan Tempat Penitipan Anak Rumah Ceria menikmati dengan saksama. Boneka dan gamabar digunakan sebagai alat peraga tokoh, sehingga menimbulkan keunikan dan ketertarikan bagi pendengar.  Sebelum acara di Surabaya, Gerakan Nasional #AyahBercerita tahun 2015, komunitas Pendongeng untuk Kemanusiaan (GePPuK), mengajak para ayah agar meluangkan wakt...

Radikalisme di Kampus

Seperti Teman Munculnya paham radikalisme di perguruan tinggi sangat meresahkan. Pasalnya, paha, tersebut berpotensi pemicu perbedaan pendapat, yang akhirnya menimbulkan kontroversi skala besar. Apalagi, jika kampus tidak dapat mengontrol semua kegiatan mahasiswa di rumah dan di kampus. Mungkin saja, paham tersebut datang dari pergaulan di luar kampus. Selain itu, anak muda adalah pengguna aktif internet dan media sosial. Mereka lebih rentan terpengaruh paham radikal. Jadi peran penting perguruan tinggi sangat dibutuhkan. Misalnya, dosen mau bergaul dengan mahasiswa, bertukar pikiran, dan mengetahui kegiatan mahasiswa. Penerapan hal tersebut akan memberi pengaruh positif bagi kedua pihak. Hal ini dapat mengurangi penyebaran paham radikal yang berpotensi memecah kebinekaan. * Tulisan di atas pernah termuat Kompas Argumentasi, edisi 21 Juli 2017.

Bila Pendidikan Salah Pendidik

Kabar mengejutkan terdengar dari laporan Dirjen Pendidikan Islam, Kamaruddin Amir, Senin, 3 Juli 2017 tentang kekurangan guru pendidikan agama Islam di sekolah sejumlah 21 ribu pendidik. Topik permasalahan yang menyita perhatian publik tersebut, Kementerian Agama (kemenag) telah mengirimkan surat keputusan kepada Kemendagri, Kemendikbud, Gubernur dan Bupati di seluruh Indonesia, serta Kemenpan dan lembaga terkait supaya melakukan pengangkatan guru pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah. Dalam pengamatannya, guru agama Islam selama ini bukanlah guru yang benar-benar ahli dalam bidangnya, sehingga hal inilah yang menjadi problem mendasar munculnya pemahaman radikal dan intoleran. Guru sebagai perantara generasi menuju masa depan gemilang memang harus paham, tahu, dan mengerti pada konsep pendidikan yang hakiki, khususnya tentang agama ke-Islam-an.  Bila saja kompetensi yang dimiliki guru-guru kita sudah terpenuhi, maka akan terbentuklah suatu pembelajaran dengan tujuan...