Selalu, dalam kebosanan hari-hariku, kau datang dengan cerita-ceritamu yang sesungguhnya hanya recehan. Namun, siapa sangka pulur kata-katamu sumbangkan tawa. Seketika kebosanan itu pergi, sedang neraca hidupku mulai seimbang. Mas Fendik, aku tidak tahu kata-katamu itu terlahir dari mana. Sebagaimana mulanya layu, perlahan tumbuh, aku bangkit dari suatu keadaan yang membosankan. Kata-katamu, sihir bibir. Sepintas, kudayungkan perahu kecil menuju telaga bening matamu. Izinkan aku mengambil satu tetes sebagai penyejuk kalbu. Di bola mata yang indah, ingin kugiring perahuku di sana. Memutus sapuan luka, yang rindu akan hadirnya sapa. Apakah ada perahu yang telah berlabuh di sana, bisikku padamu. Kau tersenyum simpul, memperlihatkan barisan gigimu. Aku merasa neraca hidupku bergantung padamu. Setiap kebosanan melanda, aku berharap ada sisa daratan cintamu. Barangkali, justru kau izinkan aku berlabuh di sana. Sembari menikmati telaga paling sederhana di bola matamu. Kembali, di malam yang d...
"Percayalah, suatu hari nanti akan datang berkah dari setiap proses. Tentu, hakikat proses tidak pernah mengkhianati hasil. Percayalah! Untuk hari ini, tuliskan jejak hidupmu ke dalam tulisan. Senantiasa ia akan abadi meski kita berada di ruang keabadian."