Mendengar
kata sastra, sepertinya sudah tak asing lagi ditelinga orang. Sastra lahir dan
tercipta untuk generasi-generasi di masa datang, yang memiliki bakat di dunia
tulis-menulis. Menjadi seorang penulis, dapat dikatakan sebagai tujuan utama
seseorang yang terlibat dalam sastra. Tapi, hal itu tidak dapat dipungkiri,
bahwa menjadi seorang penulis tidaklah mudah, seperti membalikkan telapak
tangan.
Pokok utama seorang penulis yaitu kesadaran untuk berproses secara
aktif dan kreatif yang terus menerus. Dengan munculnya itu, yang dibutuhkan
dalam kreativitas menulis bukanlah teknik instan, tetapi lebih pada semangat
dan ikrar yang kuat yang dimulai dari diri sendiri. Semangat adalah modal
utama. Jika jiwa-jiwa semangat telah mengikrar, kita harus terus memompa
semangat itu agar terus membara, bergejolak dan membuat segala aktivitas kita
memang diorientasikan untuk menulis.
Puisi,
cerpen maupun novel adalah bentuk sastra. Setiap kata dalam puisi memiliki
makna yang luas. Kiasan dengan bermain kata-kata menjadi point ketertarikan
sebuah karya sastra. Disamping itu pula, cerpen dan novel tak kalah menjadikan
sebuah uraian yang bermakna dalam dan luas. Dari pelbagai tema dari cerpen dan
novel, diantaranya persahabatan, percintaan, motivasi, inspirasi dll. Sastra
yang telah mengakar di bumi ini, haruslah memiliki kekuatan dan prioritas yang
tinggi. Namun, dibalik itu banyak orang yang memandang sebelah mata. Mereka
berfikir sastra itu mudah, seperti memetik strawberry. Ya itu benar. Jika yang
mengatakan ahli sastra sendiri.
Pada
dasarnya, jiwa-jiwa menulis itu dimiliki setiap jiwa yang bernyawa. Menulis
adalah sebuah ungkapan hati bercerita, ketika hati merasa sendiri dan
kebingungan. Dengan goresan-goresan dikertas kosong, akan menjadikan kelegaan
tersendiri dari pelbagai orang. Heru Kurniawan mengungkapkan, menulis adalah
mengungkapkan ide gagasan dalam fikiran dan rasa melalui bahasa. Selain modal
semangat, seorang sastra juga harus rajin membaca. Karena secara umum membaca
membuat pengetahuan bertambah. Dengan begitu, dapat menjadikan tulisan-tulisan
yang berisi, berbobot, bervariasi dan menarik.
Disamping itu, seorang sastra
juga harus pandai dalam berimajinasi. Cara mudah mengaktifkan imajinasi yaitu
dengan cara kita menulis kata apapun yang ada difikiran, lalu ucapkan
pelan-pelan. Dengan itu imajinasi kita akan muncul dan mendorong tangan untuk
menulis. Menulis sastra adalah menulis rasa yang muncul setelah diri kita
terusik oleh sesuatu atau kejadian disekeliling. Ada yang mengatakan, tugas penulis
sastra adalah member makna pada fenomena yang dianggap orang lain sia-sia dan
tidak berharga. Menulis sastra adalah menciptakan dunia baru. Dunia yang
berangkat dari fenomena disekitar yang telah dielaborasi dengan pengetahuan dan
imajinasi.
Mencoba
dan berusaha keras menjadi penulis itu menyenangkan. Tak ada yang susah jika
sudah melakukan latihan setiap hari dengan pendampingan ahlinya. Tinggal kita
menyadari itu semua, sebagai proses kreatif untuk menciptakan karya sastra,
salah satunya dengan pengolahan kepekaan rasa pada setiap fenomena. Tuliskan
saja setiap hal yang ada disekitar. Dengan begitu, lama-kelamaan otak kita akan
terlatih dalam imajinasi. Jika ini dapat dilakukan, tiket menjadi penulis sudah
berada ditangan. Semoga generasi muda Indonesia semakin berkarya dan tertarik
dalam dunia tulis-menulis. Ciptakan sejarah terindah di negara Indonesia,
generasi yang cemerlang dan berkompeten.
*Tulisan di atas pernah termuat
di Seputar Ponorogo, edisi 10-26 Juli 2015.
Komentar
Posting Komentar