Langsung ke konten utama

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu?

Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra. 

Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini. 

Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html.

Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/04/novel-kritik-sosial-dan-tragedi.html.

Tulisan keempat juga berupa esai lagi, berjudul Aku Malu Jadi Manusia, termuat bulan September lalu. Setelah beberapa kali bergelut di dunia esai, aku lebih banyak menulis esai, dibandingkan cerita anak, feature, maupun opini. Bukan karena apa, tapi lebih pada mooding saja, lagi on-nya di esai sastra. Tidak papa dong, terpenting tetap istiqomah dan konsisten dalam menulis. Kalau yang tulisan terakhir ini, belum aku posting di blog ya, akan segera deh aku naikkan.

Berjalan ke sini, aku menulis lagi esai sastra, juga aku kirim di kolom Litera. Semoga termuat ya, untuk mengisi karya di bulan Oktober. Esai tersebut berjudul Sastra, Suara Hati Sastrawan. Tulisan ini jatuhnya ke kritik ya, Sahabat. Yaitu mengungkap alasan mengapa para wartawan berlari menulis karya sastra. Salah satunya adalah sebagai bentuk katarsis atas ketidakpuasan informasi yang mereka beritakan di media. 

Mengapa tidak puas, bukankah sudah ada kebebasan pers? Eits, tunggu dulu. Ini lebih pada fenomena tahun 1990-an. Pers belum bebas, semua informasi diatur oleh pemerintah. Wartawan hanya boleh memberitakan sesuai apa yang ditulis pemerintah. Selebihnya, mereka hanya bisa menahan dan menggerutu sendiri ketika tulisan dan faktanya tidak valid.

Oke, langsung sahabat, buat Sahabat yang tertarik mencari pengalaman di media ini, bisa bergabung ya. Ini syarat ketentuan yang harus Sahabat ketahui.

1. Tulisan berupa cerpen, puisi, dan esai.
2. Tulisan di ketik di microsoft word, dengan ketentuan tulisan times new roman, 12, spasi 1,5, margin normal.
3. Tulisan cerpen maksimal 800 kata.
4. Tulisan puisi 3-5 judul.
5. Tulisan esai maksimal 500 kata.
6. Tulisan disertakan identitas diri.
7. Tulisan dikirim ke email radarmadiun.litera@gmail.com.

Ya, itu tadi adalah ketentuan pengiriman karya di koran Radar Madiun. Bagi Sahabat yang mau menambah pengalaman di koran, ditunggu tulisan kalian. Selamat menulis, dan bergabung dengan kami. Ingat pada pesan Pram, bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...