Penulis : El-Fachrudin Suhaemi
Penerbit : Gong Publishing
Cetakan : Pertama, September 2015
Tebal : i-194 halaman
ISBN : 978-602-6434-319
Belum lama ini,
El-Fachrudin Suhaemi menerbitkan novel perdananya Mahakarya Cinta. Di tengah kesibukan menjabat anggota Dewan
Kesenian dan Olahraga, ia menyempatkan diri menulis di depan laptop.
Laki-laki
kelahiran Tanggerang, 18 April 1970, dalam kata pengantarnya ia
mengapresiasikan rasa cinta dan kepedulian akan kondisi Indonesia. Diharapkan
dapat menggerakkan pembaca untuk berbuat sesuatu demi Indonesia. Tuturnya, reformasi
adalah perubahan petunjuk dari Allah SWT. Apabila manusia ingin merubah nasibnya
ke arah lebih baik, ia mesti membenahi kualitas diri. Perubahan suatu bangsa
hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jiwa besar, didasari
semangat revolusi mental; kerja, kerja, dan kerja (hal.ix).
Hal demikian
diperkuat Agus Setiawan, Ketua DPW PPP Provinsi Banten, mengutarakan, kesukesaan
tidak ditentukan dari mana kita berasal (faktor keturunan), melainkan kerja
keras dan kekuatan keyakinan (hal.xii).
Fachrudin, mengawali
pengembaraan novel Mahakarya Cinta dengan
memberikan gambaran suatu kehidupan keluarga sederhana di kampung Teluk, Kecamatan
Labuan, Kabupaten Padeglan. Fachrudin mengilustrasikan kehidupan masyarakat
yang identik mata pencaharian sebagai seorang nelayan. Termasuk keluarga Yusuf
Andi (tokoh utama).
Yusuf Andi
adalah anak yang cerdas, tekun, memiliki semangat juang tinggi, serta pantang
menyerah dalam menghadapi keadaan sesulit apapun. Sejak kecil terpaan kepedihan
hidup sudah menyelimuti bagian hidupnya. Seorang ibu meninggal karena sakit.
Begitupula, ayah seorang nelayan yang berpenghasilan pas-pasan, dengan kondisi
tubuh yang mulai sakit-sakitan. Semua itu bukan bagian dari penghalang Muhsin
(Ayah Yusuf) untuk melaut: mencari nafkah dari hasil jaringan ikan untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Sepeninggal
ibunya, Yusuf di rumah berteman dengan Halimah, anak pertama Muhsin. Meski
hidup dalam kesederhanaan, keluarga kecil Muhsin nampak bahagia karena adanya
Yusuf. Bagi Muhsin, senyum dan tawaYusuf telah memberikan semangat hidupnya.
Kemenarikan
novel Mahakarya Cinta karya Fachrudin,
kita bisa belajar melalui tokoh Yusuf. Ia mampu merobohkan dinding penghalang
segala ketidakmungkinan dan keterbatasan. Kemiskinan yang akrab dengan
kehidupan Yusuf, ternyata tidak membuat ia menyerah begitu saja. Justru menjadi
tantang untuk mewujudkan cita-cita luhurnya.
Novel dengan ilustrasi
cover dua manusia (laki-laki dan perempuan), menggambarkan sebuah kisah cinta
tokoh utama terkait pergaulan antar lintas agama atau etnis sebagai upaya
menunjukkan bagaimana mestinya sikap toleransi dalam menghayati kebhinekaan
bangsa. Gejolak hidup di negara (isu SARA) kerap menjadi topik hangat, sehingga
muncullah berbagai kalangan yang tidak bertanggung jawab dalam memecah belah
dan menceraiberaikan persatuan dan kesatuan bangsa itu sendiri. Untuk itu,
novel Fachrudin ini akan menyadarkan kita agar tidak bersumbu pendek; mudah
terpancing emosi dan tersulut gempuran provokasi.
Fachrudin dalam
novel Mahakarya Cinta ini, juga
menggambarkan sebuah konflik besar antara hubungan manusia, yaitu Yusuf dan
Serly. Serly adalah gadis keturunan Tiong Hoa, yang kebetulan tinggal di depan
rumah Ibu Konita (Ibu asuh Yusuf). Bermula dari kejadian di suatu pagi, Serly
mengembalikan tangga, akhirnya dua insan manusia itu saling menyimpan rasa
kekaguman, hingga timbul cinta di antaranya. Namun, hubungan keduanya tidak
mendapat restu dari kedua orang tua Serly, karena Serly dijodohkan dengan
Alvian (anak rekan bisnis). Akhir dari sebuah pengembaraan novel Mahakarya
Cinta, Yusuf ternyata berjodoh dengan Ida Farida, seorang relawan Aceh.
Pesan Fachrudin
melalui novel Mahakarya Cinta,
pertama, kemiskinan bukan penghalang untuk sebuah kemakmuran. Kebodohan bukan
penghalang untuk sebuah kesuksesan. Dinamika kehidupan yang penuh tantangan,
rintangan harus dihadapi dengan saling berpegangan tangan demi cita-cita dan masa
depan Indonesia raya (hal.viii).
Kedua, manusia
harus siap menerima takdir. Antara harapan dan kenyataan itu tidak selalu sama.
Toleransi dalam diri sangat diperlukan sebagai kontrol kehidupan. Tidak semua
cinta itu harus memiliki. Tuhan memiliki jalan lain guna membantu manusia
menemukan jodoh. Namun di sini, manusia juga harus paham, jika jodoh itu tidak
mungkin salah. Jodoh kita adalah dia yang mampu menerima keadaan kita apa
adanya, bukan ada padanya.
Ketiga,
hakikatnya kita hidup untuk akhirat utamanya. Dunia hanyalah fatamorgana.
Ibaratnya kita hidup adalah sebagai jembatan menuju akhirat. Entah apa yang
terjadi di akhirat kelak tergantung pada akhlaq di dunia. Hal termudah manusia
ketika di dunia adalah membuat orang lain tersenyum karena ketika mereka
bahagia, dunia menjadi saksi nyata. Tuhan pun mencintai hamba-Nya yang mampu
berusaha mencintai orang lain dalam bentuk apapun.
Novel Mahakarya Cinta karya adalah novel yang
tepat dibaca bagi remaja. Dengan isi cerita yang memikat dan makna yang berisi
akan membantu pembaca guna mencari kesejatian cinta yang sesungguhnya. Untuk
itu, penulis mengucapkan “selamat membaca” semoga memberikan pencerahan tentang
dunia percintaan. (Peresensi Suci Ayu Latifah)
Komentar
Posting Komentar