KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA
MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN,
BAHASA INDONESIA
Demikianlah
salah satu rumusan “Sumpah Pemuda” dalam Kongres Pemuda II yang beralokasi di Jalan Kramat Raya Nomor 106 Jakarta
Pusat sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda, padatanggal27-28 Oktober
1928. Jika kita mau membuka lembaran-lembaran kertas lusuh 80 tahun silam. Maka
kita akan mendapati sebuah kesungguhan dari Putra dan Putri Indonesia yang
senantiasa bersemangat dan teguh pendirian untuk tetap setia pada tanah suci
yang kaya raya nan indahini, Tanah Air Indonesia. Tak hanya itu saja, ternyata
mereka memiliki semangat yang menyala-nyala dalam menjunjung tinggi bahasa
persatuan, yakni Bahasa Indonesia. Bagaimana tidak, karena pendidikan di Negara
kita, khususnya pendidikan Bahasa Indonesia kini bernilai baik di mata dunia.
Dan, dalam waktu terdekat ini dalam hitungan detik muncullah
sastrawan-sastrawan muda sebagai generasi harapan bangsa.
Bahasa
menurut KBBI (2008:116), yaitu sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan
suatu masyarakat untuk bekerja sama, interaksi, dan mengidentitaskan diri.
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan kita. Pertama, Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif untuk
menyampaikan gagasan, pemikiran, maksud, dan tujuan kepada orang lain. Bahasa
merupakan salah satu aspek dari kebudayaan. Sebagai salah satu manifestasi
kebudayaan, inilah yang menyebabkan bahasa sangatlah penting bagi kehidupan
manusia.
Bahasa
Indonesia sering kita gunakan dari berbagai kesempatan, seperti pertemuan
penting, upacara resmi, rapat serta diskusi antar luar lingkup kita, dan
sebagainya. Muhammad Doyin, mengatakan bahwa Bahasa yang disahkan Undang-Undang
sebagai alat komunikasi yang resmi adalah Bahasa Indonesia, konsekuensi
keputusan ini menjadikan bahasa Indonesia digunakan dalam segala keperluan dan
dalam segala bidang. Secara historis kita mengetahui memang bahasa Indonesia
berasal dari bahasa melayu. Namun, karena ada keputusan dalam sumpah pemuda
itulah maka bahasa berkembang dalam segala bidang serta menjadi Bahasa
Persatuan.
Bahasa
mampu menjadi perantara dan bahasa pergaulan antar negara maupun antar daerah. Bahasa berkembang
seiring dengan lahirnya sastrawan terkemuka di negeri kita, seperti WS Rendra, Marah
Rusli, Taufik Ismail, Sapardi Djoko Damono, Chairil Anwar, Joko Pinurbo, Amieng
Aminuddin, Hamid Jabbar, dan sastrawan-sastrawan lainnya. Bahasa telah menjadi
piranti handal para penyair untuk memperkaya kemampuan ekspresif dan
imaginative mereka, sehingga melahirkan karya-karya sastra yang berbobot yang
nanti akan memberikan dampak positif bagi Negara kita, sepertihalnya memperkaya
khasanah budaya nasional.
Budaya
bahasa kita adalah Budaya Indonesia, seperti halnya yang tersirat dalam Sumpah
Pemuda. Bahasa pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kebudayaan. Oleh karenanya, budaya bahasa dalam konteks kebudayaan nasional
merupakan komponen yang paling representative dan dominan (Hasan Alwi,1998).
Sebab budaya bahasa beragam, maka kita harus saling mendukung, menjaga, dan
bangga. Berdasarkan keputusan pengangkatan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, tampaknya bukan suatu permasalahan. Namun disayangkan, coba kita
cermati baik-baik penggunaan dan pemakaian bahasa.
Sering kali kita jumpai pada
media cetak, media sosial, dan media yang lainnya sering terjadi kekeliruan dan
kesalahpahaman dalam berbahasa. Mengetahui hal itu, para pemakai bahasa harus
direvisi dan ditata ulang. Pasalnya, hal ini jika berlanjut akan menjadi budaya
yang salah dan tidak pada wadahnya. Misalnya Bahasa Indonesia dicampur dengan
Bahasa alay atau bahasa anak muda, maka akan muncullah fenomena campur bahasa.
Bahasa Indonesia dicampur dengan Bahasa Daerah, maka akan muncullah fenomena
Jawanesia dan Sundanesia.
Bahasa
itu selalu akan menjadi penanda bagi kehadiran budaya dan masyarakat yang
menjadi suatu wadah. Bahasa, budaya, dan masyarakat selalu saling berkaitan dan
seakan-akan selalu harus hadir bersamaan pada suatu waktu atau masa. Bahasa
juga dapat menjadi penanda keadaan perkembangan dari budaya dan masyarakat.
Orang Jawa pasti sangat paham dengan ungkapan‘Adjining Dhiri Gumantung Ana Ing Lathi’. Citra diri seseorang akan
jelas kelihatan dari sosok bahasa yang digunakan dalam kesehariannya. Tepat
sekali.
Masyarakat
yang bermatabat, dipastikan memiliki bahasa dan budaya yang bermartabat pula.
Demikian dengan budaya dan masyarakat yang adiluhung,
lazimnya mereka tidak dapat dilepaskan kemartabatan behasanya yang luar biasa.
Lewat setiap kata dan frasa yang menjadikan makna yang kuat ihwal bahasa,
budaya, dan masyarakat itu akan digambarkan, kadang-kadang juga disentil atau dijadikan bahan pertimbangan
dengan seluruh geliat dan dinamikanya.
Elaine
Chaika (1982) pernah mengungkapkan bahwa cermin masyarakat, language the social mirror. Maka dengan
sendirinya bahasa juga tidak pernah terlepas dari masyarakat. Dan, masyarakat
adalah pemeran utama dalam penguasaan bahasa dan budaya.
Memang
adalah fakta yang lumprah. Kita ketahui bahwa sosok bahasa tidak dapat dilepaskan
dari entitas budaya yang beradapada suatu wadahnya. Bahasa pasti berkaitan erat
dengan elemen budaya yang tidak selalu sederhana sifat-sifatnya. Bahasa
diyakini bersentuhan erat dengan kompleks masyarakat. Bahasa, budaya, dan
masyarakat merupakan tiga rangkaian yang bertali-temali dalam wadahnya.
Ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Jika saja hal itu terjadi,
maka akan terjadi perubahan etika maupun estetika bahasa.
*Tulisan di atas pernah termuat
di Ponorogo Pos, edisi 16-22 Juni 2016.
Komentar
Posting Komentar