STKIP PGRI Ponorogo membuka Sekolah Literasi Gratis (SGL), Minggu
(19/10/2016) dengan mendatangkan pemateri, cerpenis Han Gagas.
Penulis kelahiran
Ponorogo yang akrab disapa Han itu membagikan jurus membangun cerita dengan imajinasi
sebagai pondasinya. Seperti halnya rumah yang kokoh karena pondasi dan tiang.
Begitupula dengan
cerita, utamanya cerpen atau novel, akan menjadi cerita yang hidup dan kuat
apabila dibubuhi imajinasi.
Penulis novel Tembang
Tolak Bala itu menambahkan, betapa imajinasi itu penting karena pengalaman
seseorang terbatas. Khususnya penulis pemula yang harus pandai-pandai
berimajinasi ketika membuat tulisan, entah itu cerpen, novel, maupun puisi.
Imajinasi itu luas. Artinya, ketika
berimajinasi seseorang dapat memerlakukan dunia nyata sebagai dunia terakhir
setelah dunia imajinasi. Imajinasi membuat seseorang merasa bahagia karena
telah berpetualang dan merasa mengetahui semua kehidupan.
Kendati, orang
sering gagal ketika menuangkan imajinasi dalam karyanya. Han Gagas
menyebut kegagalan imajinasi di antaranya karena penulis kekurangan
pembendaharaan kata, kurang kekayaan membaca, kurang research, dan pola pikir
kurang asosiatif.
Tak hanya
imajinasi, pemilihan kata atau diksi juga penting dalam membangun cerita. Ada
sejumlah kriteria memilih diksi yang menarik untuk berkomunikasi dengan
pembaca, di antaranya, diksi itu padat seperti donat, tidak terjadi
pengulangan, ringkas, cermat, dan mewakili apa yang diungkapkan penulis melalui
panca indranya (penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, perasa).
Di ujung sesi, Han
yang mengaku pernah menanam susuk dan menuangkannya dalam cerpen Susuk
Kekebalan itu berpesan kepada penulis pemula Ponorogo untuk terus menulis
karena menulis dapat di mulai dari hal sederhana, misal menulis buku harian
atau surat.
“Menulis merupakan
ajang menyalurkan emosi,” pungkas Han Gagas.
*Tulisan di atas pernah termuat di Harian Surya, edisi 3 November 2016.
Komentar
Posting Komentar