Langsung ke konten utama

Reportase: Lilin Wangi dari Minyak Jelantah




Limbah dapur bekas gorengan alias minyak jelantah, kini disulap menjadi lilin beraroma. Tiga mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo, yaitu Yunita Duwi, Nur Jannah, dan Ratna Anista D mengombinasikannya dengan kulit jeruk.

“Ide itu bermula ketika saya berkunjung ke rumah teman lalu melihat beberapa botol berisi minyak jelantah yang akan dibuang,” terang Ratna, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Sabtu (14/7/2018).

Ide kreatif pengelolaan minyak jelantah menjadi bahan lilin hias pun diajukan sebagai Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan Kemenristek Dikti pada 2017. Desa Wayang, Pulung, Ponorogo dipilih sebagai desa sampel untuk pemberdayaan ekonomi dengan memanfaatkan jelantah sebagai alternatif pembuatan lilin.

“Mayoritas warga Desa Wayang memiliki pekerjaan sampingan sebagai penjual gorengan sehingga, banyak bekas minyak di dapur mereka,” kata Yunita Duwi, Ketua PKM 2017.

Alasan lain karena warga Wayang sebenarnya tidak tega membuang jelantah dalam jumlah besar. Tiga mahasiswa itu pun membuat sosialisasi di depan 50 warga untuk pengolahan jelantah menjadi lilin aroma. Wanginya dapat mengusir nyamuk.

Antusias warga luar biasa. Mereka mempraktikkan pembuatan lilin. Para ibu itu ingin memiliki usaha yang membuat mereka mandiri secara ekonomi.

Menurut mereka, ilmu yang sangat bermanfaat. Tanpa harus membeli lilin, mereka bisa membuat sendiri. Limbah jelantah pun dapat digunakan kembali.

Edy Suprayitno, pembimbing PKM mengaku bangga kepada mahasiswanya karena telah berbagi ilmu kepada masyarakat. Dukungan atas ide-ide kreatif mahasiswa dapat bermanfaat untuk masyarakat.

*Tulisan di atas pernah termuat di Harian Surya, edisi 25 Juli 2018.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...