Kampanye merupakan salah satu sarana pendidikan
politik bagi masyarakat yang harus bebas dari fitnah dan ujaran kebencian.
Berita utama koran Media Indonesia yang berjudul Kampanye Damai Butuh Komitmen
mengungkapkan, deklarasi damai dinilai merupakan tanggung jawab dan menjadi
pegangan peserta Pemilu 2019, bukan sekadar kegiatan seremonial.
Memaknai ungkapan tersebut munculah kesadaran bila
ajang pemilu bukan untuk kegiatan secara individual sebab siapa kandidat terpilih
ialah mereka yang dipercaya untuk memegang kendali negara, membawa nama
Indonesia, dan itu suatu tanggung jawab besar. Kendati demikian, butuh kerja
sama, dukungan, dan komunikasi yang baik dari semua pihak.
Damai dalam dunia politik diartikan sebagai tidak ada
perang. Hal-hal yang berpotensi konflik semacam itu di antaranya
ketidaka-manan, kesenjangan sosial, otoritas dan kekuasaan, kesenjangan
ekonomi, rasisme, agama, dan radikalisme. Dalam bahasa Romawi Kuno, damai
digunakan dalam istilah pax, sebagai absentia belli (ketiadaan perang).
Namun, menurut Miller, damai diartikan sebagai
ketiadaan perang sangat sulit dipahami. Hal itu dikarenakan sulit sekali
membangun situasi masyarakat yang bersih dari konflik atau mustahil suatu
wilayah terhindar dari konflik. Demikian juga istilah perdamaian mulai
digunakan secara luas sejak 1992 yang dikemukakan mantan Sekjen PBB Boutros
Boutros-Ghali yang mengumumkan agenda perdamaian (Boutros-Ghali, 1992).
Berkaca pada Pilpres 2014 yang banyak diwarnai dengan
fitnah-fitnah tak manusiawi, tentunya menjadi pengalaman besar untuk melakukan
pilpres selanjutnya. Hadirnya deldarasi damai ini ialah awal yang baik untuk
berkomitmen menghindari kampanye hitam. Menghentikan kampanye tidak sehat dan
merugikan pihak lain. Alih-alih deklarasi damai yang disepakati kandidat
pilpres sebagai pembuka membangun bersama masa depan negara. Wujud sikap
demikian itu diterapkan supaya tidak memecah belah bangsa. Bersatu kita teguh,
bercerai kita runtuh.
Gejolak hoaks begitu dalam dirasakan Indonesia. Salah
satunya ialah munculnya ujaran-ujuran kebencian yang tidak bermanfaat,
antarkelompok saling menjatuhkan. Itulah penyebab terbelah kerukunan
antarmasyarakat yang berdampak pada persatuan Indonesia. Kesadaran bersatu, hendaknya
dimiliki setiap orang.
Mengatasi hoaks politik, baiknya penyampai gagasan
memiliki pendidikan politik. Tak hanya itu, penggagas juga penting
memperhatikan area saat penyampaian gagasannya. Setiap tempat mengandung makna
juga energi. Sebagai contoh, gagasan politik disampaikan di area pemilu, bukan
di tempat kultum, bahkan di lingkungan pendidikan formal.
Oleh karena itu. kesadaran akan politik damai dan
bebas dari hoaks menjadi PR bersama. Apapun yang terjadi pada negara, seberat
apapun, kalau diselesaikan bersama akan terasa ringan. Untuk itu, komitmen
damai tidak sekadar diucapkan karena harus dipahami secara utuh.
*Tulisan di atas pernah termuat di Media Indonesia, edisi 16 September 2018.
Komentar
Posting Komentar