Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Tahun 2017 Harapan Indonesia; Berliterasi

Ada sebuah fenomena luar biasa yang sempat menggetarkan bumi sepanjang empat bulan belakangan ini. Bukan fenomena seperti halnya gunung meletus, tsunami ataupun longsor barangkali orang menyebutnya. Melainkan sebuah getaran maha dahsyat yang bertitik pusat di kota Ponorogo, Jawa Timur. Sebuah fenomena yang bisa dikatakan langka dan mungkin jika dilakukan survey di seluruh Indonesia, hanya ada satu, dan satu-satunya. Fenomenal itu, sempat menjadi momok atau bahan pembicaraan berbagai kalangan media. Mulai dari media sosial, media cetak maupun media elektronik. Fenomenal tersebut bermuara karena adanya tingkat keprihatinan dan kepedulian masyarakat terhadap masa depan Ponorogo. Lebih jauhnya, masa depan negara.  Rata-rata kepekaan dan kesadaran dalam rangka meningkatkan mutu negara, dirasa sangatlah rendah. Dengan demikian, berbekal kegigihan, keuletan, dan ketlatenan yang luar biasa, fenomena itu kini mendapatkan apresiasi dari berbagai   golongan, seperti pro...

Feature Sosok: Eni Kusuma Bukan (Mantan) TKW Biasa

Uang bisa cepat habis, kalau ilmu tidak. Itu dituturkan Eni Kusuma (39), mantan tenaga kerja wanita (TKW) asal Banyuwangi saat berbagi pengalaman di Sekolah Literasi Gratis (SLG) di STKIP PGRI Ponorogo, Minggu (18/12/2016) lalu.  “Uang bukan jailangkung, datang tak diundang, pulang tak diantar,” canda Eni Kusuma yang menjadi TKW selama enam tahun (2001-2007) di Hongkong karena memang harus berburu uang. Namun, Eni Kusuma juga meyakini, uang tidak bisa menjamin kehidupan dan masa depan seseorang. Eni pun membandingkan dengan kekayaan ilmu. Menurutnya, butuh dua syarat untuk memiliki kekayaan ilmu, yaitu niat dan yakin. Niat memeroleh ilmu, memahami, merenungkan, dan yakin untuk mengamalkannya. Ilmu itu luas, berserakan di mana-mana. Ilmu bergerak, tidak diam di tempat. Menurut Eni Kusuma, sampai matahari terbit di ufuk barat pun, ilmu tidak akan habis. Ilmu justru bertambah dan berkembang. Ilmu juga beragam tergantung sudut pandang penikmat ilmu. Misalnya, ilmu tentang...

Reportase: Sanksi Literasi

Bukan zamannya lagi menerapkan hukuman fisik bagi pelajar maupun mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Seperti pandangan Skinner, tokoh belajar behavioristik mengemukakan jika mengaplikasikan hukuman fisik kepada pembelajar cenderung memberikan dampak. Baik dampak yang berlangsung sementara maupun jangka panjang. Teori belajar behavioristik merupakan metode pembelajaran perubahan sikap atau tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus (S) dan respon (R). Secara harfiah, hukuman fisik bukanlah salah satu hukuman yang mendidik.  Seperti yang diterapkan Suprapto, dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Ponorogo. Selasa (6/12), di ruang 102, sembilan mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2015 melakukan pelanggaran masuk ruang kuliah lebih dari 30 menit. Menyikapi hal itu, dosen pengampu mata kuliah Korespondensi itu, memberikan hukuman membaca puisi berantai secara spontan. Tema puisi dibebaskan ses...

Pakai Baju Lama, Beli Buku Baru

“Minal aidzin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin.” Kutipan di atas bukan lagi kata-kata baru di telinga kita. Masyarakat kita, khususnya yang beragama islam pastilah mengenal betul dengan kutipan tersebut. Kehidupan masyarakat, khususnya beragama islam, pasti pernah bahkan sering mendengar kutipan itu dilafalkan, tepatnya di bulan syawal (lebaran). Kutipan yang sederhana sebenarnya, akan tetapi menyimpan makna yang begitu besar. Makna dari kutipan itu tidak semata-mata dilafalkan dengan lisan, melainkan diikuti pula tindakan dengan kerendahan hati –saling memaafkan segala kesalahan dan kekhilafan antar muslim. Begitu mendengar kutipan di atas, saya teringat sebuah kebudayaan masyarakat kita. Bulan syawal atau bulan lebaran biasa masyarakat menyebutnya, identik dengan ucapan mohon maaf atas kesalahan dan kekhilafan kepada sesama di satu tahun sebelumnya. Mereka saling berjabat tangan, berpelukan, bahkan sampai meneteskan air mata karena begitu menyadari bertumpuk-tumpuk dosa...