Langsung ke konten utama

Cinta Lingkungan, Kelola Sampah Jadi Rupiah



Habis manis sepah dibuang.
Pepatah di atas mengartikan, seseorang setelah puas menikmati sesuatu, setelah merasa bosan atau sudah tidak berfungsi semestinya dengan mudah langsung membuangnya begitu saja. Itulah sifat buruk masyarakat Indonesia. Keburukan itu nampaknya telah menjadi penyakit yang sulit untuk disembuhkan. Sebenarnya bukan persoalan harus disimpan atau dijaga. Akan tetapi, dalam persoalan pembuangan sesuatu tersebut kesadaran masyarakat Indonesia sangatlah kurang. Mereka tanpa dosa membuang bukan pada tempat semestinya. Seperti contoh, kita sering menjumpai beberapa orang di terminal usai makan permen, bungkus permen tersebut ditinggal atau dibuang di tempat itu juga. 

Bukan di tempat sampah yang telah disediakan. Padahal kita tahu bahwa ‘kebersihan itu sebagian dari iman’ Kalau manusia tidak menjaga kebersihan, otomatis tidak beriman. Lalu, ketika tidak beriman berarti tidak ada suatu kepercayaan. Pertanyaannya, lalu apa jadinya manusia demikian itu?
Kebiasaan sifat buruk di atas harus segera mendapatkan penanganan intensif. 

Untuk itu, tanggal 21 Februari sebagai peringatan Hari Peduli Sampah Nasional, ada harapan dan inovasi baru setelah mengingat beberapa fenomena-fenomena alam yang terjadi di berbagai kota di Indonesia. Salah satunya adalah banjir. Bencana banjir telah terjadi di mana-mana. Air menguasai daratan dengan mudah dan bebas. Hampir seluruh daerah tergenang oleh banjir.

Efek dari bencana tersebut sangat memprihatinkan. Sawah para petani terendam banjir, sehingga dengan terpaksa panen muda, bahkan sampai gagal panen pun menimpa. Rumah-rumah dipenuhi dengan lumpur. Ketika banjir surut mereka bekerja keras membersihkan rumah. Masyarakat banyak yang terjangkit penyakit. Tak cukup itu, ketika banjir memaksa menerobos masuk pusat perindustrian maka sudah jaminan jam kerja libur total dan pemasokan produk pun harus libur sejenak sampai banjir benar-benar surut. Mungkin ini belum seberapa, justru yang menjadi kendala terberat adalah apabila hasil produk sampai terendam banjir. Sudah dipastikan perusahaan akan mengalami kerugiaan berlipat ganda.

Mengingat dampak besar dari fenomena alam di atas, harus ada tindak lanjut yang tegas. Menusia sebagai objek utama alam, juga perusak alam harus memiliki kesadaran untuk menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan. Ironisnya, masyarakat Indonesia justru merusak alam dengan ulah mereka sendiri. Jadi tidak salah jika bencana banjir pun salah satu penyebabnya karena ulah mereka sendiri. 

Pemerintah dalam peringatan Hari Peduli Sampah Nasional ini supaya memiliki komitmen untuk mengelola sampah secara terintegrasi terus menguat. Dalam hal ini diperlukan kolaborasi antara pendidikan dan masyarakat, termasuk kalangan dunia bisnis. Pemerintah juga diharapkan menyusun kebijakan strategi Nasional penanganan sampah, sesuai pada pasal 15 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tercantum kewajiban bagi produsen untuk mengelola kemasan yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mengatakan setiap orang bertanggung jawab mengelola sampah. Mulai dari sampah organik maupun non-organik. Sampah organik adalah sampah yang dapat diproses oleh alam. Sedangkan, sampah non-organik adalah jenis sampah yang sukar terurai atau diproses oleh alam.

Jika kita sadar dan mampu memosisikan kedua jenis sampah di atas, sebenarnya keduanya memiliki manfaat yang luar biasa. Sampah organik yang terdiri atas daun, batang dan lainnya dapat digunakan untuk pupuk. Daun yang telah mengering dapat dijadikan pupuk bagi tanaman. Sedangkan, sampah non-organik di antaranya plastik, kaleng susu, aluminium, dan lainnya dapat dijadikan suatu produk kreatif melalui proses daur ulang. 

Sering kali, di rumah kita terdapat beberapa kaleng yang sudah tidak digunakan. Kaleng tersebut dapat dijadikan sebuah inovasi baru sebagai produk yang kreatif. Misalnya, kaleng susu dibersihkan dijadikan celengan atau tempat menabung, atau mungkin dibuat robot dan boneka yang sederhana. Seperti yang dilakukan salah seorang warga Jambangan, Surabaya. Siatun Jupri sejak 1973 memiliki kegiatan mengolah sampah menjadi produk yang dapat dijual menjadi rupiah. Kesehariannya, Siatun memanfaatkan bekas bungkus sabun cair menjadi produk tas belanja. Dalam sehari, dia mampu memproduksi paling sedikit 15 tas belanja. Keunikan dan kekreatifan hasil olahan bekas bungkus sabun cair itu mampu memikat konsumen untuk membeli dan memiliki. Dari hasil penjualan itu, dia mengaku kebutuhan sehari-hari telah tercukupi. Bahkan dia juga tidak bekerja sendirian. Ada dua tetangga yang membantunya setiap hari.

Dari sini kita dapat belajar, jika sampah dikelola dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan mampu membuka ruang rezeki manusia untuk kebutuhan hidup. Sehingga bisa dikatakan, sampah adalah sumber penghasilan bagi sebagian orang. Nah, selanjutnya adakah pikiran untuk belajar dari Siatun Jupri dengan mengelola sampah menjadi rupiah? 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...