Belajar
mengulas karya sastra dari hasil cipta sendiri, menjadi poin terpenting
bagaimana sastra dapat mencerahkan pembaca. Karya sastra yang dibaca oleh
pembaca dan dicipta pengarang terkadang terjadi tumpang-tindih makna karena
perbedaannya pengalaman dan pengetahuan. Oleh karena itu, diadakan Olimpiade
Sastra Indonesia VI (OSI) di STKIP PGRI Ponorogo, Kemarin (20/5). Kegiatan itu
diprakarsai oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Penulis (UKM HMP).
Sejumlah
42 peserta SMA/SMK/MA sederajat se-Karesidenan Madiun bersaing memertahankan
hasil ciptanya di hadapan para juri. Di antaranya adalah cipta artikel, cipta
puisi, dan cipta cerpen. Serta, pembacaan puisi karya para sastrawan Indonesia.
OSI
merupakan wadah para pelajar untuk mengekspresikan segala hal. Mulai dari hasil
pengalaman hidup, pengalaman indera, pembacaan buku, dan lain sebagainya. Lalu,
dituangkan dalam karya sastra.
“Banyak
hal yang dapat kita pelajari di kehidupan sosial, yang dapat diilustrasikan
melalui karya cerpen. Beberapa karya saya terilhami dari proses pengalaman
indera,” kata Sri Wahyuni, Bendahara HMP.
Salah
satu sayembara paling popular adalah membaca puisi. Sejumlah 20-an peserta bersaing
hebat. Membaca puisi dengan suara super meskipun mereka sedang berpuasa.
Tema
“Mendunia dengan Literasi Sastra Berbudaya”, Sutejo mengungkapkan ada dua kata
kunci, yaitu sastra dan budaya. Budaya dalam kaitannya sangatlah luas. Mulai
dari kebiasaan, mitos, sejarah, seni, dan lainnya.
“Kebiasaan
sehari-hari seperti cara makan, berjalan, bertutur kata, dan bersikap merupakan
bagian dari budaya,” ungkap Pembimbing UKM HMP.
Secara
terpisah, Yuda Kretiyanto mengemukakan, salah satu tema yang dipilih panitia
dalam sayembara menulis cerpen adalah cinta dan budaya. Anak pelajar remaja
akhir rentan mendapati gejolak cinta. Antara memiliki pasangan dan tidak
memiliki alias jomblo menjadi problem fundamental bagi mereka.
Sementara
budaya, sebagian remaja ada yang tekun menggeluti budaya, misal kesenian.
Namun, ada pula yang acuh. Padahal, hakikatnya budaya adalah aset, emas di
balik gurun.
Berakhir
pengumuman kejuaraan, panitia memberikan konstribusi uang pembinaan dan
sertifikat bagi mereka yang mendapat juara di setiap mata perlombaan. Seperti
halnya, Laili Husnul Hidayah dari SMA N 1 Badegan berhasil memborong juara II
sayembara menulis cerpen dan Juara III sayembara menulis puisi.
“Judul
puisi saya Mengintip Dapur Budaya,” katanya di belakang panggung.
*Tulisan di atas pernah termuat di Harian Surya, edisi 8 Juni 2018.
Komentar
Posting Komentar