Langsung ke konten utama

DPR Harus Merevisi UU

Pendidikan adalah gerbang masa depan yang cerah. Sayangnya, mahalnya pendidikan tingkat SMA dan SMK membuat masyarakat perekonomian bawah merasa tercekik dan menutup gerbang mulia itu. Hidup di era globalisasi, persaingan semakin kuat. Orang-orang bersaing untuk menjadi lebih unggul dari yang lain lewat pendidikan di sekolah, yang akan berdampak pada kompetensi juga soft skill manusia. 

Hal ini bermula, kesalahan DPR merancang kebijakan peralihan kewenangan ke provinsi yang memunculkan polemik pendidikan. Kelemahan DPR dalam membuat undang-undang tersebut bukan menyoal bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan, melainkan karena politik.

Anggota DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang seharusnya memantau terlebih dulu kondisi pendidikan saat ini. Sebab pemasukan kas daerah di provinsi sangat minim, sejauh ini pemasukan hanya dari pajak, itu pun jumlahnya sedikit. Begitupula aparatur birokrasi di provinsi jarang turun tangan mengurusi kualitas pendidikan sekolah menengah. 

Untuk itulah, hendaklah anggota DPR memikir ulang dan merevisi undang-undang otonomi daerah tersebut. Jika tidak, pendidikan di Indonesia akan semakin buruk karena ketidakmampuan orangtua menyekolahkan anaknya lantaran uang masuk dan uang SPP yang tinggi, hingga berdampak jumlah pengangguran semakin luber. Di sisi lain, lembaga sekolah pun akan kesulitan dalam merekrutmen siswa pendidikan menengah.

*Tulisan di atas pernah  termuat di Republika,  edisi 18 Agustus 2018.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...