Pendidikan
adalah gerbang masa depan yang cerah. Sayangnya, mahalnya pendidikan tingkat
SMA dan SMK membuat masyarakat perekonomian bawah merasa tercekik dan menutup
gerbang mulia itu. Hidup di era globalisasi, persaingan semakin kuat. Orang-orang
bersaing untuk menjadi lebih unggul dari yang lain lewat pendidikan di sekolah,
yang akan berdampak pada kompetensi juga soft
skill manusia.
Hal
ini bermula, kesalahan DPR merancang kebijakan peralihan kewenangan ke provinsi
yang memunculkan polemik pendidikan. Kelemahan DPR dalam membuat undang-undang
tersebut bukan menyoal bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan, melainkan
karena politik.
Anggota
DPR sebagai lembaga pembuat undang-undang seharusnya memantau terlebih dulu
kondisi pendidikan saat ini. Sebab pemasukan kas daerah di provinsi sangat
minim, sejauh ini pemasukan hanya dari pajak, itu pun jumlahnya sedikit.
Begitupula aparatur birokrasi di provinsi jarang turun tangan mengurusi
kualitas pendidikan sekolah menengah.
Untuk
itulah, hendaklah anggota DPR memikir ulang dan merevisi undang-undang otonomi
daerah tersebut. Jika tidak, pendidikan di Indonesia akan semakin buruk karena
ketidakmampuan orangtua menyekolahkan anaknya lantaran uang masuk dan uang SPP
yang tinggi, hingga berdampak jumlah pengangguran semakin luber. Di sisi lain,
lembaga sekolah pun akan kesulitan dalam merekrutmen siswa pendidikan menengah.
*Tulisan di atas pernah termuat
di
Republika, edisi 18 Agustus 2018.
Komentar
Posting Komentar