Langsung ke konten utama

Resensi Buku: Ketika Ego Perlu Terapi





Judul : Buku 1 Terapi Eling lan Awas: Latihan dan Refleksi
Penulis : YF La Kahija
Penerbit : Rua Aksara
Cetakan : April 2019
Tebal : xvi + 144 halaman
ISBN : 978-602-53388-3-0
Peresensi : Suci Ayu Latifah

Ada kalanya, manusia dianjurkan untuk intropeksi diri atas apa yang terjadi. Bahagia, sedih, gelisah, khawatir, takut, dan segala pernik perasaan yang seringkali menghampiri. Sadar atas ego yang ada dalam diri. Ingin ini, ingin itu, minta ini, minta itu, semua diinginkan tanpa memertimbangkan kebutuhan atau keinginan semata. Di sini kita bisa memahami, bahwasannya setiap manusia punyai keinginan yang sulit dikontrol. Dan, semua bermuara pada ego.

Bagi Kahija, setiap orang memiliki ego. Ego adalah biang kerok kesusahan hidup kita (hal.ix). Kiranya harus dihadapi dengan tegas. Bilamana dirawat, bahkan dipupuk, yang nama ego akan mencipta sebuah prahara kehidupan. Ia akan menjelma petir, ombak, bahkan badai sekalipun. 

Kendati itu, buku 1 Terapi Eling lan Awas: Latihan dan Refleksi ini hadir secara apik sebagai buku pedoman sekaligus pencerahan bagi kita supaya ingat dan sadar bahwa dalam diri miliki masalah psikologis. Baik yang disebabkan dari luar maupun dari dalam.  

Terapi Eling lan Awas (ELA) diberikan sebagai jalan memahami psikologi dengan kearifan Timur, khususnya kearifan Timur di Indonesia. Tak cukup berteori, buku setebal 144 halaman tersebut juga memberikan latihan dan refleksi secara detail. Sehingga buku tersebut cocok untuk dipelajari dan dipraktikkan semua kalangan guna mengetahui problem batin menurut sudut pandang Psikologi Timur.

Berbahasa lugas, komunikatif, dan santai, penulis mampu menyihir pembaca untuk terus membaca lebih dalam isi buku. Terlebih ada tulisan yang diblok warna biru merupakan kata kunci dari apa yang dituliskan. Tak lupa, sajian ilustrasi gambar pun sangat membantu pembaca untuk berimaji tentang dan bagaimana kerja psikologi dan gerak terapi.

Membaca buku ini, seolah-olah kita setiap hari diajak untuk praktik secara bertahap kurang lebih 1 bulan lebih 5 hari. Sihir penulis dalam membius pembaca untuk mengikuti terapi ELA dilakukan dengan memberikan hari dan kegiatan latihan, serta refleksi apa yang harus dilakukan. 

Sebutlah pada hari 1, ada orientasi. Pada hari itu kita dikenalkan pada materi pokok orientasi yang di antaranya: barat bertemu timur, alami sendiri, penyebab umum gangguan psikologis, citra manusia sehat, derita dan kehidupan, dan lainnya hingga pada jadwal dan latihan. 

Hari 2-35 disajikan dalam bentuk latihan dan refleksi. Adapun pembagian adalah pada hari 2-10 relaksasi dan awas pada badan, hari 11-17 awas pada manas, hari 18-24 awas saat beristirahat, hari 23-31 memaafkan, dan hari 32-35 mengembangkan welas asih. 

Sebagaimana kegiatan pengenalan diri, latihan dan refleksi ini dengan mudah diikuti. Misal saja pada hari ke-4, yaitu membuang sampah emosi. Penulis mengajak pembaca untuk melakukan sebuah relaksasi berupa katarsis. Katarsis adalah kegiatan membersihkan diri. Hal-hal yang beraroma negatif, baik pikiran, perasaan dan emosi seperti peristiwa masa lalu untuk meraih ketenangan dan kebahagiaan diri.  Tersebab, energi negatif itulah yang merusak dan menggerogoti kita dari dalam (hal. 73). 

Baiknya, buku 1 ini tidak berhenti begitu saja. Penulis memiliki buku lanjutan, yaitu Buku 2 tentang Terapi Eing lan Awas: Catatan Manas, Buku 3 tentang Terapi Eling lan Awas: Untaian Skrip, dan Buku 4 tentang Eling lan Awas: Kearifan Timur Nusantara untuk Psikologi. Buku-buku tersebut disajikan bersifat praktis dan saling berhubungan. Sebagai puncak adalah buku 4, yakni pembaca didorong untuk mengenali lebih dekat ajaran-ajaran dalam kearifan Timur Nusanntara.

Harap penulis, hadirnya terapi ELA yang terilhami dari percikan ajaran-ajaran orang bijak di Timur bisa bermanfaat bagi perjalanan kita dalam mengenal dan menyaksikan sendiri akar dari gangguan psikologis yang mengusik hidup kita (hal. xi). 

*Tulisan di atas pernah termuat di Kabar Madura, edisi 3 Juli 2019.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...