Langsung ke konten utama

Bacalah Lalu Tulislah!


Mantan Menteri Pendidikan Indonesia, Anies Baswedan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, bersamaan peringatan Hari Buku Dunia “World Book Day” 23 April lalu. Ditjen Dikdasmen kemudian meluncurkan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). 

Gerakan literasi yang lebih akrab kita kenal dengan baca-tulis, merupakan upaya yang tepat digerakkan sebagai program membaca buku non-akademik selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Gerakan ini diberlakukan untuk pelajar seluruh Indonesia tanpa terkecuali. Tujuannya, untuk  mengingatkan bahwa, membaca dan menulis adalah serangkaian yang tidak terpisahkan. Keduanya berjalan beriringan. Ada juga yang mengibaratkan keduanya seperti pasangan suami-istri. Di mana ada suami pasti ada istri. Begitu pula sebaliknya, ada istri maka ada suami.

 Seseorang yang rajin membaca, pasti dapat menulis karena memiliki bahan tulisan. Begitu dengan penulis, akan menjadi penulis yang baik karena memiliki wawasan yang luas dari membaca. Bermula dari membaca, seseorang akan mendapatkan ilmu, wawasan serta informasi penting dari bacaan. Hal ini adalah salah satu tujuan penting dari membaca. 

Terlepas dari itu, membaca merupakan salah satu aktivitas mulia yang membedakan manusia dengan makhluk lain, ciptaan Allah SWT. Hidup di masa lampau hingga era modern ini, kita belum menemukan seekor kerbau, burung, unta, semut, atau hewan lainnya yang membaca, kemudian menyerap untuk membangun suatu asumsi pemahaman makna untuk gizi otaknya. 

Berbeda dengan manusia. Mereka melakukan aktivitas membaca untuk mendapatkan suatu ilmu baru untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya menuju kecerdasan dan intelektualitas. Kesadaran manusia akan kebutuhan membaca terhadap wawasan dan ilmu pengetahuan, kini mulai menjadi suatu kebiasaan yang bukan lagi  menjadi suatu beban dalam hidup. 

Seolah-olah manusia memaknai aktifitas membaca itu seperti makan. Umumnya masyarakat Indonesia melakukan aktifitas makan sebanyak 3 kali sehari, yaitu pagi (sarapan), siang, dan malam. Dalam hal ini, mereka mulai menerapkan juga saat membaca. Membaca di pagi, siang, dan tak lupa malam hari. Layaknya mereka makan. 

Dalam kehidupan manusia, membaca dapat merangsang otak untuk selalu berpikir, bertanya, dan mencoba mencari jalan keluar (solusi) terhadap satu, dua, atau lebih objek keilmuan yang dianggapnya berbeda, misalnya. Mereka mencoba mencari kebenaran akan ilmu tersebut melalui membaca dengan beberapa literature, seperti buku, jurnal, makalah, karya tulis, dan lainnya. 

Dalam aktivitas ini, membaca dapat membantu mengaktifkan saraf-saraf manusia dalam tubuh lebih aktif guna memelihara organ tubuh lainnya. Ketika manusia membaca, mereka diajak untuk berpikir. Begitu berpikir maka saraf-saraf otak aktif, kemudian muncullah beberapa pertanyaan dari suatu keilmuan yang mereka baca. 

Sebutlah, begitu membaca buku tentang kesehatan tubuh. Maka akan timbul beberapa pertanyaan di antaranya: apa itu kesehatan, bagaimana cara menjaga kesehatan tubuh, mengapa harus menjaga kesehatan, bagaimana kalau tubuh tidak sehat, apa yang harus dilakukan ketika tubuh tidak sehat, dan lain sebagainya.

Pernyataan di atas dapat terjawab, apabila kita mau membaca buku terkait kesehatan. Inti pokok dalam hal ini tak lain mengingatkan manusia selalu membaca, membaca, dan membaca. Kalau tidak membaca, kita akan tersesat. Pasalnya, tidak ada petunjuk atau keilmuan yang dapat dijadikan patokan dan pedoman.

Konsep tersebut, selaras dengan ungkapan Ra M. Faizi saat diundang mengisi materi terkait dunia kepenulisan di kampus STKIP PGRI Ponorogo. Faizi mengungkapka, “Menulis itu membaca dulu (iqra’).” 

Ungkapan penyair sandal jepit itu, mengingatkan kita bahwa sebelum seseorang menulis haruslah membaca terlebih dahulu apa yang ingin dituliskan. Ungkapan itu juga didukung oleh 4 tahapan keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. 

Jelaskan? Begitu seseorang mampu membaca dengan baik dan benar, maka keterampilan menulis akan mengalir bebas. Untuk itu, jika ingin menulis, maka harus membaca (iqra’), karena tahapan keterampilan menulis berlangsung setelah ketiga keterampilan sebelumnya terlewati (menyimak, berbicara, dan membaca).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...