Langsung ke konten utama

Menimbang Dana Haji untuk Infratruktur


Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai melantik Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, (26/7), menyampaikan keinginannya menginvestasikan dana haji ke sektor infrastruktur. Hal itu dilatar belakangi karena saat ini Jokowi tengah gencar-gencarnya melakukan pembangunan di Indonesia secara berskala. Munculnya pemikiran tersebut bermula karena mengetahui nilai dana haji mencapai 80 triliun. Tentu saja, jumlah sebesar itu jika benar diinvestasikan guna proyek pembangunan akan sangat bermanfaat.

Sayangnya, dibalik munculnya fatwa penggunaan dana haji untuk sektor infrastruktur dirasa menuai kontroversi dari berbagai pihak. Pertama, jamaah haji takut jika pemerintah tidak benar-benar menggunakan dana itu untuk infrastruktur. Kedua, pemerintah tidak sesegeramungkin mengembalikan uang jamaah. Dan ketiga, kewaspadaan atas jaminan uang jamaah aman. 

Beberapa permasalahan tersebut, Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto bersikukuh bahwa dana haji adalah dana untuk keperluan jamaah haji. Jika memang pembangunan infrastruktur dimaksudkan adalah pembangunan yang mengarah pada kebutuhan haji, seperti asrama haji maka ini tidak akan menjadi masalah. Atau, dana haji boleh saja digunakan sebagai investasi infrastruktur selama memenuhi prinsip-prinsip syariah, penuh kehati-hatian (prudent), jelas menghasilkan nilai manfaat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan demi untuk kemaslahatan jamaah haji dan masyarakat luas. Alasan tersebut diberlakukan, karena uang haji bukanlah uang sembarangan, tetapi dana umat. 

Membaca ulang Pasal 3 UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH) menyebutkan jika pengelolaan keuangan haji bertujuan untuk meningkatkan: (a) kualitas penyelenggaraan ibadah haji, (b) rasionalitas dan efisiensi penggunaan biaya perjalanan ibadah haji, dan (c) manfaat bagi kemaslahatan umat islam. Ketiga tujuan itu, jelas merujuk pada kebutuhan jamaah haji, mulai dari proses pemberangkatan, tiba di lokasi hingga kembali ke tanah air. 

Simpanan dana haji pula digunakan jamaah bila suatu hal terjadi ketika di Tanah Suci, misalnya sakit. Sebab, laporan dari Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), Senin (7/8) lalu, sebanyak 35 jamaah haji asal Indonesia tengah dalam perawatan khusus. Rata-rata jamaah disebabkan menderita diabetes melitus, gangguan pernapasan, dehidrasi, dan kelelahan. Dari jumlah tersebut, lima di antaranya dikarenakan terserang jantung dan sesak napas.

Hal itu terjadi, karena dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Pertama, faktor internal berkaitan tentang usia dan penyakit yang diderita jamaah yang degeneratif dan kronis. Data menunjukkan, usia para jamaah mayoritas 51-60 tahun mencapai 71.054 orang, dan usia lanjut usia di atas 60 tahun mencapai 52.931 orang.

Berangkat dari persoalan jamaah haji di Tanah Suci, saran saya, fatwa penggunaan dana haji untuk sektor infrastruktur ini benar-benar dipikirkan secara matang. Sebab, calon jamaah sudah menyiapkan tabungan bertahun-tahun. Alangkah baiknya, agar dana haji diperuntukkan keperluan jamaah haji. Agar nantinya jamaah mendapatkan pelayanan yang baik ketika beribadah, dan mereka dapat melakukan ibadah dengan tenang dan nyaman. Tentu saja, inilah yang diharapkan jamaah kita.

*Tulisan muat di Media Indonesia, edisi Jumat 11 Agustus 2017.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...