Langsung ke konten utama

Hantu Perekonomian Indonesia


Akhir Oktober 2019, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) membuka selebar-lebarnya rekrutmen calon pegawai negeri sipil 2019. Dikutip dari situs Kemenpan RB, penerimaan CPNS 2019 akan dilakukan di 68 kementerian/lembaga dan 462 pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Keistimewaan CPNS dua tahun berturut-turut ini bermaksudkan untuk mengatasi problem pendidikan yang belum juga tuntas. Adalah perihal lulusan yang belum bekerja (pengangguran pasif) dan meningkatkan status guru honorer di Indonesia.

Bersamaan dengan ini, kita patut menyadari pengangguran selalu popular di kalangan masyarakat sosial. Dilansir dari data Badan Pusat Statistik mengumpulkan di tahun 2019 pengangguran di Indonesia naik menjadi 7,05 juta orang, yang mulanya sempat turun menjadi 7 juta pada tahun 2018. Kenyataan pelik ini merupakan pil pahit yang harus ditelan negara berkembang.

Sebelumnya, pendataan pengangguran sejak tahun 2015 dihitung per Agustus. Indonesia mencatat di tahun 2015 mampu menciptakan pengangguran sebanyak 7,65 juta orang. Tahun 2016, kita patut bersyukur lantaran pengangguran turun menjadi 7,03 juta orang. Sementara di tahun 2016, naik lagi menjadi 7,04 juta orang. 

Membincangkan pengangguran, tidak bisa dipandang remeh begitu saja, khususnya di Indonesia. Sebab, pengangguran erat dengan kondisi perekonomian masyarakat. Karenanya, patut disebut Indonesia sedang dikepung ‘hantu ekonomi’ yang misterius—sulit dipecahkan dan ditangani. 

Data berbicara, semakin banyaknya angka pengangguran akan menimbulkan keresahan yang tak berujung. Kenyataan yang ada, kesejahteraan Indonesia dirasa masih rendah. Buktinya, masih banyak masyarakat kita mati karena kelaparan. Dan lebih parahnya, ribuan warga berbondong-bondong bekerja ke luar negeri untuk memenuhi perekonomian. Hal itu membuktikan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat. 

Tidak saja ‘hantu ekonomi’ nampaknya ‘gelar miskin’ pun semakin pantas saja dinobatkan di Indonesia. Sungguh, sebagai negara berkembang yang ingin maju, masalah yang satu ini harus segera dicari jalan keluarnya. Jika tidak semakin banyak orang meraih gelar miskin gara-gara tidak memiliki penghasilan.

Bencana pengangguran yang teralami di Indonesia secara umum dapat dilihat penyebabnya. Jumlah pencari kerja tidak sebanding dengan lapangan kerja yang ada.  Munculnya data naik-turunnya angka pengangguran yang ada, hemat saya membuktikan adanya kepedulian pemerintah terhadap kondisi perekonomian itu sendiri. Pemerintah sudah memulai membuka jangkar-jangkar atau link-link dan memerluas lapangan pekerjaan yang dapat dijadikan ajang bekerja masyarakat. Di sinilah sumber daya manusia diuji. Di perusahaan-perusahaan, perkantoran, pabrik, lembaga kependidikan, perteknikan, dan ruang usaha lainnya. 

Sementara, penambahan potensi lapangan pekerjaan, pekerja sendiri diharapkan mampu menggali potensi diri. Untung-untung, misal mereka yang membidangi ilmu pertanian mampu mencipta usaha. Atau syukur-syukur bisa menjadi bos-- memperkerjaan masyarakat. Karenanya, di dunia perekonomian Indonesia dibutuhkan tangan-tangan yang siap bekerja secara kompak. Pemikiran kreatif dan inovatif guna menciptakan hal baru yang dapat ditawarkan. Juga, pengetahuan menajemen kerja dan bisnis untuk meraup laba sebesar-besarnya.

Kita patut bangga, Indonesia memiliki Dean Novel, enterpreneur muda yang kreatif. Dean berbisnis limbah tongkol jagung dijadikan media tanam budidaya jamur di Korea. Setiap bulan, Dean mengekspor 200 hingga 400 ton, rata-rata 300 ton. Setiap bulannya meraup hasil usaha 135,00 USD per metrik ton (TrubusNews, 16/8/2019).

Di Boyolali, ada enterpreneur usia 20 tahun telah memiliki usaha berupa bisnis susu segar dengan sistem pasteurisas. Naufal dari bisnisnya mampu memberdayakan anak-anak muda dan 250 petani susu di kampungnya. Menariknya, Naufal juga menawarkan food truck dengan varian produk yang lebih menarik. Setiap bulannya, bisnis itu mampu tembus puluhan juta rupiah. 

Dua contoh pebisnis muda tersebut, menjadi teladan baik untuk negara dalam memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia. Pemanfaatan kekayaan alam dan sumber daya manusia kiranya mampu mengangkat Indonesia lebih sejahtera. Tidak terjerat kemiskinan dan pengangguran yang tak bermasa depan. Tentunya, semua itu dapat terwujud dengan mengimbangi sifat konsumtif dan instan. Saatnya, masyarakat bersatu menyatukan kekuatan guna menyosong Indonesia lebih maju.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...