Langsung ke konten utama

Feature Sosok: Sibuk Persiapan Duta Wisata Ponorogo, Ridwan Tidak Meninggalkan Materi Perkuliahan





Ridwan Ardiansyah, Kamis (31/10/2019) sibuk mencatat materi mata kuliah yang sempat tertinggal. Beberapa lembar catatan temannya disalin dengan rapi. Ia berusaha mengikuti materi perkuliahan di sela mengikuti seleksi Kakang Senduk Ponorogo 2019.  

Proses tidak pernah mengkhianati hasil. Perjuangan Ridwan (22) tidak sia-sia. Setelah harus membagi waktu antara kuliah dan seleksi Kakang Senduk Ponorogo. Ridwan selalu menyempatkan masuk jam perkuliahan, meskipun harus pontang-panting dan telat. 

“Lelah, pastinya. Tapi semuanya harus jalan,” terang mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo itu.

Bagi mahasiswi semester 5 ini, kunci supaya tetap vit adalah menjaga stamina dan istirahat cukup. Ridwan tidak pernah menyia-nyiakan waktu istirahat. Sebab ganti hari ia akan melakukan tugas lebih berat. Terlebih, ketika masuk 30 besar. Ridwan harus menyiapkan tes talenta supaya tetap bertahan, dan untung-untung masuk 10 besar. Kali itu, ia mempersembahkan tarian yang dikolaborasikan dengan pembacaan puisi.

Tahap seleksi hingga puncak di grand final, Ridwan nikmati dengan hati. Setelah mengalahkan 217 peserta, Ridwan masuk 30 besar. Kemudian, ia mengikuti tes performance dan tes talenta menuju babak 10 besar. Puncaknya, Ridwan di hadapan ribuan penonton di Atrium Ponorogo City Center dinobatkan sebagai Kakang Ponorogo tahun 2019.

“Semuanya untuk keluarga dan kampus STKIP PGRI Ponorogo,” tutur anak dari Restu Widyatmoko dan Budi Hartini.

Dipercaya kampus untuk mengikuti pemilihan duta wisata menjadi kesempatan Ridwan menunjukkan kemampuannya. Ridwan ingin membuka mata semua orang meskipun STKIP PGRI Ponorogo adalah kampus kecil, tapi mahasiswanya memiliki keunggulan sumber daya manusia yang tak kalah dengan perguruan tinggi lain.

Bangga menjadi Kakang Ponorogo, tidak membuat Ridwan sombong. Ia berjanji tetap rendah hati saat selempang ‘Kakang Ponorogo 2019’ dikalungkan di badannya. Positifnya, Ridwan semakin giat membaca buku mencari tahu tentang Ponorogo. 

“Ke depan kakang senduk Ponorogo akan melakukan sinergi dengan Dinas Pariwisata. Kami akan bekerja sama dalam hal mempromosikan potensi wisata di Ponorogo,” jelasnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...