Langsung ke konten utama

Resensi Buku: Bangun Negara dari Kejujuran Hati dan Laku


Judul      : Dari Jalanan Menuju Senayan: Catatan Tepi Waktu Gus Anton
Penulis   : Intan B. Permata Ayu, Solihan Arif, Achmad Shadiqin, Abdul Qadir Amir Hartono
Penerbit : Inteligensia Media
Cetakan : Pertama, Januari 2019
Tebal      : 211 halaman
ISBN     : 978-602-5562-74-7

Abdul Qadir Amir Hartono lebih dikenal dengan Gus Anton. Laki-laki kelahiran Sumenep, saat ini duduk di Komite I DPR RI. Sosoknya yang ramah, sederhana, baik, dan selalu membantu siapapun yang kesulitan menjadi inspirasi generasi muda bangsa. Baginya, hidup harus memeluk kawan dan merangkul lawan (hal. 142).

Buku Dari Jalanan Menuju Senayan: Catatan Tepi Waktu Gus Anton merupakan buku perjalanan tentang kehidupan, pendidikan, karir, hingga perjalanan dalam mengemban amanah negara sebagai seorang Anggota DPR-RI. Prinsip kerja politik Gus Anton adalah kejujuran. Ia selalu menerapkan kejujuran dalam segala hal. Kejujuran yang dimainkan dalam berpolitik dilakukan dengan meniru Nabi Muhammad saw, yakni politik islami tidak mengandung SARA. 

Mengabdi terhadap nusa dan bangsa bagi Gus Anton adalah jalan mulia. Karenanya, jujur adalah kunci utama dalam bersosial. Selain itu, ringan tangan, mau berbuat baik kepada semua orang, dan tidak pilih-pilih teman akan meningkatkan kekuatan solidaritas antarsesama. Gus Anton percaya, kekuatan solidaritas akan mempermudah dalam; membangun dan memersatukan tujuan negara, mengalahkan musuh, dan mempertahankan diri. Sebab, pengabdian di DPR RI  adalah berhidmat untuk negeri. 

Aroma kekeluargaan, saling silahturahmi yang dikemas dengan edukasi politik menjadi trik tersendiri baginya. Wujud pengabdian berpolitik dilakukan dengan tidak bergaya material, karena politik yang sesungguhnya adalah santun, tidak merugikan salah satu pihak. Politik uang misalnya, sesungguhnya bukanlah politik yang didambakan negara. Karena yang ada akan melahirkan tikus-tikus berdasi dengan gaya provokasi. 

Kerja politik sesungguhnya kerja jangka panjang untuk membuat sebuah tatanan masyarakat seperti yang dicita-citakan pendiri bangsa sesuai pembukaan Undang-Undang 1945 (hal. 91). Sehingga prinsip kejujuran berpolitik yang dimodeli Gus Anton penting dijadikan teladan generasi bangsa. Jangan beralasan untuk diri, melainkan untuk orang lain. Terlebihnya untuk negara dan bangsa tercinta.

Kejujuran laku Gus Anton serupa energi gerak positif  di dunia politik. Meski terkesan muda dibandingkan dengan anggota lain, sosoknya disegani banyak orang. Sebutlah Soekarwo, gubernur Jawa Timur. Tuturnya pada halaman sambutan buku, bahwa Gus Anton memiliki tiga prinsip yang dipegang dalam kehidupan berpolitik maupun keseharian. Di antaranya adalah prinsip kejujuran, kesederhanaa, dan amanah (hal.14).

Sementara itu, kejujuran hati Gus Anton adalah gerak hati membantu siapapun yang mengalami kesulitan. Tak mengharap apresiasi, pujian, dan lainnya sikap ringan tangan itu adalah ajaran keluarga besarnya. Seperti yang teralami Gus Anton saat pilkada serentak 2018, jujur, adil, dan benar dilakukan dengan niatan menjadi pemimpin yang berkualitas, pro rakyat, inovatif, dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas segalanya. Membantu, meringankan rakyat adalah wujud nyata ketulusan hati bekerja untuk rakyat.

Membaca Gus Anton dalam berpolitik adalah gambaran pemimpin dambaan negara. Tidak semata-mata bekerja untuk dirinya, melainkan untuk negara—sebuah kelebihan jiwa pariotisme. Pesan Gus Anton dalam merawat dan berbuat baik, serta berbakti kepada negara, hanya satu, “Jangan Korupsi!” Bertindak jujur, sederhana, dan amanah terhadap tugas negara.

Tak lupa menolong orang lain akan membawa diri pada pandangan dan persepsi orang terhadap diri. Karena itu, kejujuran hati dan laku penting dijadikan modal menjadi sosok pemimpin masa kini. (Suci Ayu Latifah, Mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo)

*Tulisan di atas pernah termuat di Kabar Ponorogo, edisi 9 November 2019.
 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...