Langsung ke konten utama

Feature Wisata: Liburan Literasi di Rumah Buku Sutejo


Banyak cara yang bisa ditempuh untuk mengisi libur natal tahun ini. Hari libur tidak harus pergi ke pantai, kebun binatang, mall, gunung, atau lokasi wisata lainnya. Ada cara lain meramaikan liburan natal yang sehat dan bergizi. Salah satunya dengan memburu, menyantap, kemudian melahap ilmu pengetahuan.  Secara umum, ilmu bersumber dari mana saja, seperti internet, blog, buku, majalah, jurnal, atau lainnya.

Rumah buku Sutedjo Spectrum Center (SSC) yang beralokasi di Jalan Halim Perdana Kusuma, II/9, Perum Kidul Permai, Siman, Ponorogo menjadi tujuan utama saya dalam pemburuan ilmu pengetahuan, Minggu (25/12).

Begitu sampai di bibir rumah bercat krem itu, terdapat pemandangan yang menggugah mata. Di depan rumah, terdapat beberapa tumpuk potongan koran yang rencana akan dijadikan klipping. 

Selanjutnya, ketika menginjakkan kaki di mulut rumah buku, saya dihidangkan dengan pemandangan yang menakjubkan. Rumah dengan tembok rak buku menjadi pusat perhatian utama saya. Tembok sepanjang 6 meter saling berhadapan, dipenuhi dengan deretan buku. 

Buku-buku itu, di antaranya buku pendidikan, agama, sastra, anak-anak, motivasi, dan masih banyak lagi. Begitupula dengan rumah satunya yang masih satu atap, juga terdapat tembok buku. Pada ruangan ini, lebih dominan buku-buku karya Sutejo.  Contohnya, buku Inspiring Writers dan Genius Menulis Artikel, merupakan buku yang banyak diburu para penggemar tulisan.

Rumah buku milik Sutejo, buka setiap hari mulai pukul 08.00-16.00 WIB. Bagi pengunjung yang berkenan berburu buku di sana, dipastikan tidak akan menyesal. Karena mereka dapat memborong buku dengan harga miring dibanding toko-toko buku yang ada. Harga buku yang ditawarkan sangat menggiurkan. Sutejo pun, tidak tanggung-tanggung memberikan diskon hingga 40%. Keren bukan?

Selain itu, pengunjung juga diperbolehkan membaca buku sepuasnya tanpa ada syarat. Asalkan tidak berbuat gaduh sehingga penikmat buku yang lain tidak merasa terganggu. Berkat keramahan dan perlakuan yang baik, rumah buku Sutejo tidak pernah sepi setiap harinya. Kebanyakan pengunjung yang datang adalah mereka kalangan guru dan mahasiswa, termasuk saya.

Nah, bagi penggila buku jangan ragu-ragu untuk berlibur ke Ponorogo, di rumah buku SSC, karena pengunjung akan dilayani setiap waktu sampai malam pun.

“Apa pun bukunya, di sinilah tempatnya,” canda Sutejo waktu itu.


*Tulisan di atas pernah termuat di Harian Surya, 2 Januari 2017.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...