Langsung ke konten utama

Reportase: Dongeng Generasi Emas


Merayakan satu dasawarsa SD Immersion Ponorogo ditandai dengan seminar parenting Cara Bijak Menggunakan Dongeng dan Enjoy Studying without Bullying, Sabtu (26/8/2017) bersama konsultan pendidikan anak, Hadiyan Maryadi.

Hadiyan menyinggung generasi emas Indonesia yang piawai menggunakan gadget, kendati usia mereka tergolong belia.

“Orangtua hendaknya bersikap bijak membentengi era gadget yang berpengaruh negatif kepada anak,” saran Ketua Asosiasi Pencerita Muslim Indonesia Jawa Timur itu.

Hadiyan membuat misal, anak boleh memegang gadget hanya di akhir pekan, yang jika dilanggar ada ada sanksi tegas yang harus ditimpakan. Orangtua, lanjut Hadiyan, harus jeli memfilter dan membatasi tontonan untuk anak.

“Pilih acara TV yang cocok usia anak yang mengandung pendidikan moral agar anak tak menjadi aktor dan korban bully. Pelajaran menghargai dan menghormati antar sesama wajib dimasukkan dalam pengantar pendidikan, agar tidak ada sikap saling mengejek dan menghina sesama teman,” lengkapnya.

Tip yang disodorkannya adalah lewat dongeng. Dongeng, sebut Hadiyan, dapat merangsang perkembangan indera anak. Dongeng pula yang menjadi sarana komunikasi dengan lingkungan sosial.

Ditemani boneka moli Hadiyan memeragakan cerita anak lelaki yang menjadi korban bully teman-temannya hingga si anak merasa jengkel.

"Lalu ia berani melawan temannya dan berubah menjadi power rangers,” canda Hadiyan memecahkan suasana.

Mudah sebenarnya membuat anak senang media cerita yang sayang hal ini diabaikan para orangtua. Retno, wali kelas 2 mengungkapkan, orangtua wajib bersekolah lagi, dengan diberikan pengarahan bagaimana membantu menyukseskan usaha lembaga pendidikan menuntun anak menuju generasi emas.

“Jika orangtua dan lembaga dapat bersinergi, tidak akan ada keguguran pendidikan,” tambah Retno.

*Tulisan di atas pernah termuat di Harian Surya, edisi 7 September 2017.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...