Judul buku : Di Hari Kelahiran Puisi
Penulis : Sapta Arif N.W
Penerbit : TERAKATA
Tahun terbit : Pertama, April 2019
Tebal buku : v-142 halaman
ISBN : 978-602-5457-13-5
Sapta Arif
memang belumlah seperti cerpenis macam Seno Gumira Ajidarma, Agus Noor,
Danarto, Yetti A. KA, Putu Wijaya, Jujur Pranoto, Ahmad Tohari, Faisal Odang,
dan puluh bahkan ratusan cerpenis Indonesia.
Ia bisa dibilang
pendatang baru dalam jajaran cerpenis Indonesia. Namun, hadirnya cerpen-cerpen
Sapta Arif bukanlah karya biasa. Cerita-ceritanya memporakporandakan ruang
imajinasi metaforik pembaca yang dibalut estetika bahasa. Cerita-ceritanya pula,
mampu memberikan efek dramatik lewat konflik yang tak sederhana.
Di tangan Sapta
Arif, dunia cerpen tidak sekadar disajikan untuk habis dibaca. Akan tetapi,
mengajak pembaca berenung terhadap realita kehidupan sosial, yang diperkaya
lewat media fiksi. Kumpulan cerpen ini seperti nyanyian dari sudut-sudut langit
yang terkisahkan dengan menggoda, segar, dan liar (hal. viii).
Akhirnya,
terbitlah buku Di Hari Kelahiran Puisi sebagai cipta karya sastra yang asyik
dibaca pada malam minggu, atau dilahap menemani secangkir kopi pada pagi hari.
Di dalamnya banyak bercerita tentang kisah percintaan, kehidupan sosial,
politik, agama, dan lainnya.
***
Tema cinta dalam
karya sastra selalu menarik untuk dikisahkan. Sapta Arif memberikan bumbu-bumbu
cerita cinta seputaran cinta duka karena ditinggal kekasih, cinta kelabu, cinta
dusta, kekuatan cinta, cinta sejati, dan cinta-cinta lainnya. Seperti judul
cerpen Sebuah Upaya Menghidupkan Sore
dari Kematiannya yang Pertama, Kedai Ingatan Terakhir, dan Bala Pati.
Melalui tema
cinta dari ketiga cerpen tersebut, penulis menyuguhkan sungguh cinta itu
menyakitkan. Cinta itu pula kepedulian, cinta itu pengorbanan, dan cinta itu
lain sebagainya. Cinta, memang berdimensi, bervariasi, dan berkreasi yang
kadang kala membuat tokohnya frustasi.
Kedai Ingatan Terakhir, tersajikan dalam menu cinta yang menarik. Penulis menyuguhkan dua orang tokoh laki-laki
dan perempuan di sebuah kedai. Kedua tokoh tersebut berkunjung ke kedai untuk
sekadar meninggalkan kesedihan karena ditinggal kekasih. Tokoh laki-laki
diceritakan Sapta Arif, sebagai seseorang yang ditinggal mati kekasihnya. Sementara
tokoh perempuan, hadir sebagai tokoh yang telah mematahkan hati kekasihnya.
Bermain-main
dengan kedua tokoh laki-laki dan perempuan, Sapta Arif mengajak pembaca untuk
berimajinasi; apakah yang terjadi ketika sesama pasien cinta bertemu, dan
apakah yang mereka obrolkan untuk sama-sama meninggalkan kesedihan. Di sinilah
imajinasi pembaca diobrak-abrik penulis untuk menjawab teka-teki di atas.
Narasi kekuatan
cinta laki-laki terhadap kekasihnya hadir dalam Sebuah Upaya Menghidupkan Sore dari Kematiannya yang Pertama, melalui
tokoh Aku berusaha menghidupkan seorang perempuan bernama Sore dari kematian.
Hebatnya, cinta menghalalkan tokoh hingga melakukan ritual untuk menghidupkan orang
yang dicintai.
Sebuah takdir
kematian atas kekasihnya, tak diterima tokoh aku, hingga melakukan ritual
dengan memamanggil hujan lebat dan membakar kota. Dua ritual yang tidak logis:
apa hubungannya hujan dan kebakaran kota dengan menghidupkan orang yang telah
mati.
Meski begitu, di
tangan Sapta Arif, kelogisan cerita itu dibangun melalui kekuatan cerita, dan dibalut
dengan pengkarakteran tokoh. Betapa, seakan-akan hujan mampu mengguyur semua
kesedihan hingga memadamkan kemarau yang panjang (hal.16). Sementara itu,
kebakaran kota mampu membuat kota penuh asap, kesedihan dan kehilangan, seperti
yang dirasakan tokoh Aku.
Buku berisi 18
judul cerpen, banyak menghadirkan tokoh laki-laki sebagai tokoh utama, juga ada
tokoh perempuan di beberapa judul lain. Tokoh laki-laki bergerak menjadi titik pusat
cerita yang menarik. Tokoh laki-laki dilukiskan dalam cerita seakan-akan
memiliki kekuatan maha dahsyat untuk mengubah sesuatu. Laki-laki memiliki
dimensi menarik yang tak dimiliki perempuan. Laki-laki bisa melakukan apa saja
yang dimau. Dan, laki-laki yang sebenarnya memiliki jiwa lembut di balik
kegagahannya, serta kuat dalam menghadapi gelombang hidup.
Membaca buku Di Hari Kelahiran Puisi, tanpa sadar
kita diajak berpetualang memahami laki-laki. Bagaimana seorang lelaki, di satu
sisi lemah dan di sisi lain perkasa. Dan, lelaki yang memiliki seribu kekuatan
untuk mengutuk hal-hal yang tidak disukai--akan melakukan apapun yang
dikehendaki atas nama cinta.
*Tulisan di atas pernah termuat di pojokpim.com, edisi 21 Oktober 2019.
Komentar
Posting Komentar