Dua hari di bulan Oktober. Rindu ini laiknya penyakit yang butuh pengobatan secara intensif. Jika tidak maka akan berakibat fatal. Lebih dari penyakit iritasi, namun lebih pada luka yang terus melebar. Aroma daripada luka menguap hingga pada dinding-dinding sekitarnya. Aku rasa luka ini memang segera diberikan obat sebagai penyembuh. Atau paling tidak mereda. Itu harapanku.
Mas, kukabarkan padamu tentang dua hari di bulan Oktober. Tepat, hari ini adalah hari kedua itu. Napas September masih memburu. Pundi-pundi kejelasan masih menunggu. Apa yang aku tunggu, itu rahasia. Maaf aku belum bisa bercerita ini padamu.
100% aku sadar, September amat berat hingga aku menelan kelelahan sendiri di bulan Oktober. Mestinya, aku bisa sedikit rileks supaya nyeri itu tidak berangsur-angsur. Kalau sudah begini aku toh yang sakit sendiri. Dibatin sendiri, ditahan sendiri, ujung-ujungnya hujan air mata kutelan sendiri. Apa yang bisa kuperbuat, ya terserah aku. Hehehe.
Rasanya aku lelah di awal ini. September terlalu menyiksa--bukan fisik, tapi itu juga iya. Batin tepatnya. Sesekali, aku merasa gejala bipolar. Mendadak sangat amat merasa sedih, dan juga senang berlebihan. Itu apa namanya, overdosis.
Oktober, aku ingin segera melewati dengan caraku. Lebih santai, rileks, supaya tugas segera kelar. Kaupikir menulis tidak menguras tenaga? Aku pernah membaca suatu artikel bahwa menulis sama dengan mencangkul. Sekalipun tidak tampak bekerja fisik, namun bekerja otak itu lebih dari fisik. Otak dipaksa untuk mengetahui, memahami, dan kemudian otak merangkai ulang apa yang ditangkap. Otak butuh kesegaran pada saat momen seperti ini. Jika otak keruh maka tulisan yang muncul juga akan keruh.
Karenanya, di bulan Oktober ini otak kupasok dengan ribuan liter supaya jernih. Tujuannya apa, supaya ketidakjelasan sesuatu tidak mengganggu kewajiban yang harus segera terselesaikan. Doakan, diri ini lebih sabar dari bulan-bulan sebelumnya.
Aku rileks
Aku santai
Aku bisa lebih dari rileks
Aku bisa lebih dari santai
Rileks dan santai
CIPTAKAN SENDIRI!
Selamat aku telah melewati September dengan ketidakjelasan dan kepenatan yang warna-warni. Aku rasa, Tuhan sedang menguji kalbu. Lolos atau tidak, entahlah aku tidak bisa menilai. Jelasnya, aku merasa September amat memburu, hingga membuat Oktober merasa amat lelah.
Aku bisa dan telah bergerak dengan sedemikian di bulan September. Semoga kepastian segera berujung pada sebuah harapan atau sebaliknya. Semua kuserahkan pada kuasa-Mu, yang maha menggerakkan. Kuasa-Mu tak tertandingi. Kau bekerja dengan cara-Mu.
Komentar
Posting Komentar