Langsung ke konten utama

Jalaran

"Kalau ada orang datang, dan meminta, berilah yang kamu punya. Jangan sesekali membiarkan orang itu pergi dengan sia-sia."

Itulah ajaran kebaikan keluarga yang selalu dan selalu Bapak ingatkan. Berkurang karena untuk menolong mengingatkan apa yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan. Semua akan kembali dan hilang dengan cara masing-masing. 

Seorang teman, tadi pagi memberikan uangnya kepada orang tidak dikenal. Cerita itu bermula ketika ia membuang sampah, tiba-tiba datang sepasang suami-istri. Keduanya jalan kaki dengan langkah gontai karena kaki suaminya cacat. Sang Istri kemudian mengeluarkan uang lima ribu. 

Ia bercerita kehabisan uang. Ia butuh uang untuk pulang ke sebuah desa X. Ia bercerita tentang perjalanannya dari sebuah desa X, naik turun angkot, dan kini kehabisan uang. 

Rasa prihatin menjalar pada jiwa temanku. Tangannya terdorong mengambil uang di sakunya. Sesaat, uang itu berada pada kantong lain.

"Tidak papa," komentarku setelah mendengar cerita.

Daripada kejadian Jum'at pagi, mengingatkan kita tentang kepemilikan. Kejadian itu pula, mengingatkan tentang pepatah, kalau lebih beri memberi, kalau kurang tambah menambah. Pepatah ini memiliki arti yang amat dalam tentang filosofi kehidupan. Kepada sesama hendaknya kita saling tolong-menolong. Ketika melihat orang dalam keadaan kesusasah, ayo kita bantu. Sedang ketika kita mendapati kesusahan, jangan sungkan meminta pertolongan. Sebab, membantu dan menolong adalah sepasang perjalanan hidup untuk menikmati proses kehidupan.

Manusia diajarkan kebaikan dengan tolong-menolong. Dalam keadaan apapun, mari kita tolong orang yang membutuhkan. Bapak selalu berpesan, bantu orang, "Kalau ada orang datang, dan meminta, berilah yang kamu punya. Jangan sesekali membiarkan orang itu datang dengan sia-sia."

Ajaran tentang tolong-menolong, kini sudah terpatri dalam hidupku. Setiap kali ada orang kesusahan, aku berusaha membantunya. Baik dalam rupa pikiran, tenaga, maupun harta. Memberi senyum, semangat, dan doa termasuk dalam ajaran menolong.

Sebutlah, ketika mendapati orang sedang bersedih. Ayo, kita coba memberi sedikit tenaga untuk mendengakan ia bercerita. Lebih-lebih, kita dapat memberikan jembatan atas masalah yang terjadi padanya. Kemudian, ketika mendapati seorang telantar atau gelandangan yang sedang meminta-minta, ayo ulurkan tangan, berikan apa yang kita punya. Bisa makanan atau uang. Itu yang mereka butuhkan. Bukan cacian atau olokan. Akan lebih indah, ketika kita diam dan memberi tanpa menilainya.

Jalaran. Untuk berbuat baik, tidak perlu menunggu waktu kaya. Justru ketiadaan akan memberikan rejeki berlipat ketika seseorang mau membantu. Seperti yang teman alami, mungkin saja kalau tidak karena kehabisan bensin, ia tidak mengantongi uang, dan kemungkinan pula tidak melakukan kebaikan di hari ini.

Itulah cara Tuhan menggerakkan hati. Allah bekerja dengan cara-Nya tanpa kita ketahui. Pesan terbaik daripada kejadian ini hidup itu misteri. Apa yang terjadi pagi, siang, sore, dan malam nanti tidak ada seorang pun yang tahu. Karenanya, apabila ada kesempatan melakukan kebaikan, lakukanlah!

Untuk hari ini, mari berbuat baik kepada sesama. Mudahnya, beri kehangatan senyum ketik dan saat bersapa atau bertemu dengan orang lain. Senyum seumpama energi, ia mengandung ion-ion positif untuk memancarkan energi kebaikan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...