Langsung ke konten utama

Surat untuk Mas Fendik (17)

Hai Mas Fendik, sebagai seorang penulis ada banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus aku kerjakan. Salah satunya adalah membaca.

Mas, aku  menulis sudah sejak lama. Namun, ada suatu saat aku tidak bisa menulis. Satu kalimat pun terkadang enggan tercipta. Mooding telah kujaga, sebagaimana menjaga konsistensi dan istiqomah dalam menulis. Membaca, aku selalu menyempatkan membaca walau hanya satu artikel.

Rasa-rasanya, faktor ekstenal dirimu yang aku butuhkan. Setidaknya, kamu menemani aku menulis. Turut membaca-baca tulisanku, lalu memberi masukan. Aku rindu momen semacam ini Mas. 

Malam ini, aku melanjutkan membaca sebuah buku Inna Ma'al 'Usri Yusran:Bersama Kesulitan Ada Banyak Kemudahan karya Muhammad Abdul Athi Buhairi. Buku setebal 669 halaman ini pernah kukadokan untuk Bapak. Aku tahu bacaan apa yang Bapak suka, sehingga aku membelikan buku ini untuknya.

Buku ini belum selesai aku baca. Ada banyak hal yang perlu dipahami dengan pemaknaan secara totalitas. Sebab, buku itu bukan lagi menulis sekadar menyampaikan suatu keilmuan. Lebih memesona, buku ini bercerita tentang makna kehidupan. Aku dapat merasakan betapa penulis, menyusun buku ini dengan perasaan bergetar.

Allah berkeliaran di setiap bab buku. Aku menemukan suatu kehidupan yang sangat damai di sana. Aku membayangkan romansa kasih Allah menyapa kalbu. Allah menyingkap kesedihan dengan senyuman, memberi petunjuk saat dilanda kebingungan. Allah memberi kekuatan bagi kita yang lemah. Allah, setiap apa yang diusahakan manusia Allah pasti membalasnya dengan kebaikan. Azab datang karena ia memilih jauh dari Allah sementara nikmat datang karena karunia Allah. Yang Mahamulia dan Luas kasih sayang-Nya. Karenanya Mas, tolong kenalkan padaku tentang Allah supaya aku lebih dekat dengan-Nya.

Dalam buku itu aku menemukan kesediaan-Nya menunggu kita mengetuk pintunya. Pintu-pintu itu selalu terbuka untuk kembali. Aku amat takut ketika pergi dan  mendapati pintu-pintu-Nya dengan kondisi terkunci. Bagaimana aku akan masuk, aku yang takut dan lemah?

Aku tahu, Allah tempat kembali. Surah Al-Ra'd ayat 28 mengungkap, ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram. 

Siapa yang tidak ingin dicintai Allah, Mas? Pastinya semua makhluk: hewan, tumbuhan, makhluk halus ingin dicintai-Nya. Memilikinya secara utuh seperti cinta mereka--para orang sufi yang telah berkeyakinan 100% menasbihkan dirinya hanya kepada-Nya. 

Buku itu menuliskan zikir menghidupkan hati yang mati. Aku percaya itu. Untuk menciptakan hati yang tentram dan tenang, agama menyarankan untuk senantiasa berzikir. Zikir adalah penawar bagi para pendosa, pelembut hati-hati yang keras, harta karun orang-orang yang bertawakal dan vitaminnya orang-orang yang yakin dan percaya (Buhairi, 2013:49).

Berzikir, tentang zikir aku senantiasa menitipkan itu di setiap salat fardu. Pada saat itu, aku memejamkan mata, merasakan sedang menghadap Allah dengan keadaan sangat rendah dan lemah. Aku hendak menunjukkan kelemahan diri tanpa kekuatan hati dari-Nya. Aku ingin memeluk kasih sayang secara utuh, lewat rasa ini.

Karenanya Mas, tuntun aku dengan kebesaran hatimu mengenal-Nya lebih dekat. Supaya tiada ragu lagi, tiada gelisah dan ketakutan lagi. Terlebih, supaya diri dapat percaya bahwa pada setiap kesulitan akan tiba kemudahan di suatu ketika. Benarkan, Allah tidak akan menguji umatnya di luar batas-Nya?

Untuk kesedianmu, kutunggu. Sampai benar-benar tombol hatimu tergerak untuk itu. Mas Fendik, salam untukmu dari sini--kalbuku. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...