Langsung ke konten utama

Rumahku Sekolahku



Sebelum dan akhirnya virus baru Covid-19 diproklamasikan presiden kita, negara lain sudah disibukkan mengatasi penyebarannya. Tentu, ini butuh strategi yang cepat dan tepat mengingat ukurannya lebih kecil daripada bakteri, dan perkembangbiakannya bisa dibilang cepat.

Kini, Covid-19 masuk di Indonesia. Usianya telah tiga bulan. Ia ada di sekeliling kita dan mencari tempat untuk berkembang biak. Panik, khawatir menyelimuti masyarakat Indonesia. Hingga di sebuah kota melakukan penutupan guna pencegahan penyebaran virus. 

Pandemi Covid-19, kini telah memangkas semua aktifitas masyarakat di luar rumah. Presiden menetapkan supaya bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah.  Inilah, fenomena baru di mana semua kegiatan dilakukan di rumah. Perihal itu, kali ini saya akan menyoroti kebijakan yang muncul di tengah pandemi. 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan pembelajaran daring. Tidak ada kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah. Semua dikerjakan di rumah dengan memanfaatkan koneksi internet. Tentu, pembelajaran semacam ini butuh adaptasi dan kontrol emosi. Mengingat, terkadang koneksi internet kita sedikit mengalami masalah, dan pembelajaran daring dari jajak pendapat lebih memberatkan. Baik itu di siswa maupun gurunya.

Siswa, dituntut untuk memelototi layar teleponnya setiap waktu, ya seperti jam masuk sekolah. Ada batas waktu untuk mereka. Tidak memberi respon dianggap absen. Mereka mengikuti pembelajaran hingga ujian secara daring. Hal itu berlaku dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan mereka yang harusnya ujian doktor, misalnya harus melakukan ujian melalui video call. Asyik ya, asyik, tapi sedikit ribet. 

Sebagaimana guru, harus memberikan materi dan tugas kepada siswa. Belum lagi harus melaporkan kinerjanya secara online. Guru dalam kondisi ini dituntut untuk menguasai jaringan. Guru gagal teknologi harus mampu mengondisikan dirinya supaya pembelajaran tetap berlangsung. Semacam ini, ada baik, ada pula buruknya.

Ditertibkan belajar di rumah membuat orang tua lebih intens guna mengatasi waktu belajar anak.  Secara langsung, orang tua dapat memantau, mengawasi, dan mengarahkan anak untuk belajar. Betapa sulitnya mengawasi anak untuk belajar. Terlebih mengajari anak ketika materi yang disampaikan butuh pendampingan (tutor). Di sinilah, peran orang tua dibutuhkan.

Bersamaan dengan itu, rumah untuk saat ini seperti sekolah. Semua kegiatan yang harusnya di sekolah menjadi dilakukan di sekolah. Hanya bedanya, lebih santai—tidak memakai seragam dan sepatu. Namun di balik itu, belajar jadi sedikit terganggu. Pertama, karena materi tidak dapat disampaikan secara langsung,terbatas oleh media. Kedua, keseriusan belajar menjadi berkurang. Ketiga, banyak tugas menumpuk dan membebankan siswa. Dan keempat, tidak ada teman belajar langsung.

Oleh karena itu, di tengah pendemi ini bagaimana khususnya siswa tetap belajar dengan giat. Siswa dituntut lebih rajin untuk belajar secara mandiri—memahami materi. Mengingat, untuk saat ini materi-materi di buku sudah terekam oleh mesin google. Kemudian, untuk guru senantiasa mengajar dengan baik sebagaimana tanggung jawabnya guru. Dan, senantiasa memberikan motivasi supaya siswa rajin belajar. Terakhir untuk orang tua adalah menjadi guru sekaligus teman untuk anak-anaknya. Senantiasa memberikan dorongan dan motivasi untuk belajar. Menjadikan rumah sebagai sekolah.

Dengan begitu, tentu kebijakan pemerintah akan berjalan dengan baik. Semua memiliki kesadaran untuk tidak terpuruk dan semakin terpuruk di tengah pandemi ini. Semoga!

Suci Ayu Latifah
16.04.2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...