Bagaimana kabarmu, Mas? Alhamdulillah
ya, tidak terasa kita berjalan di minggu ketiga di bulan Suci ini.
Selamat menjalankan ibadah puasa di ruang
keabadianmu.
Semoga, ketakberaturan hidup semakin berkurang ya Mas. Aku merindu kehidupan yang damai, tentram, dan penuh martabat. Cita-cita di dunia tentu melanggengkan kehidupan baik—saling berbagi dan mendoakan sesama.
Semoga, ketakberaturan hidup semakin berkurang ya Mas. Aku merindu kehidupan yang damai, tentram, dan penuh martabat. Cita-cita di dunia tentu melanggengkan kehidupan baik—saling berbagi dan mendoakan sesama.
Mas Fendik terkasih, selepas membaca
balasan surat darimu. Diri ini tidak mampu berkata-kata. Menulis kalimat pun
tak mampu.
Aku berusaha menyusunnya, satu dua
kalimat, hingga satu paragraf. Kemudian, tombol merah itu muncul. Skak, semua
terhenti, termasuk kata-kataku.
Biasanya aku cukup mengalir
menuliskan surat-surat untukmu. Mulai dari surat edisi pertama hingga ke-13. Saking lancarnya hingga berhalaman-halaman. Namun,
entah mengapa di surat ke-14 ini tanganku amat berat untuk menyentuh berisan keybord.
Mas Fendik tercinta, maaf ya, semalam aku dingin. Sebab, aku
telah menemukan kegiatan mengisi malam dengan tadarus buku. Ehh, bukan telah
sih, kan sudah lama kupraktikkan setiap waktu. Hanya saja tetiba rasa malam menyergap, wah tidak bisa ditolerir deh. Dalihku pun berhamburan. Hehehe.
Semalam, dalam keadaan setengah tidak
enak badan, aku hibur diri dengan membaca novel Kinanthi karya Tasaro GK. Hmm, aku
telah menempati janji. Bahwa buku ini pasti kubaca, entah kapan mulainya. Semalam,
aku mulai menjelajahinya.
Tentang buku ini, bakalan kuceritakan padamu Mas nanti. Bocoran sih kehidupan berlatar cerita Gunung Kidul. Sebuah keluarga penjudi dan ahli agama. Anak mereka bersahabat, tapi tidak cukup baik. Orang tualah yang membatasi persahabatan mereka. Takut anak ahli agama tertular jadi penjudi kelak ketika dewasa.
Novel itu, dikemas juga dalam bingkai roman. Ya, tokoh Ajuj kelihatannya menyukai Kinanthi sejak mereka remaja. Kelanjutannya sabar ya, aku belum selesai baca.
Ada yang mengganjal, ketika Ayah Ajuj marah, Ajuj kabur dari rumah. Ia tinggal bersama seseorang. Duh, lupa namanya. Semenjak itu, Ajuj lebih sering bertemu Kinanthi, sekadar bercakap-cakap, mengerjakan pekerjaan rumah, jalan-jalan, dan masih banyak lagi.
Kok bisa, Ajuj berani sekali dengan orang tuanya, sampai acara kabur dari rumah? Kalau soal ini, menurutku kurang edukasi.
Novel itu, dikemas juga dalam bingkai roman. Ya, tokoh Ajuj kelihatannya menyukai Kinanthi sejak mereka remaja. Kelanjutannya sabar ya, aku belum selesai baca.
Ada yang mengganjal, ketika Ayah Ajuj marah, Ajuj kabur dari rumah. Ia tinggal bersama seseorang. Duh, lupa namanya. Semenjak itu, Ajuj lebih sering bertemu Kinanthi, sekadar bercakap-cakap, mengerjakan pekerjaan rumah, jalan-jalan, dan masih banyak lagi.
Kok bisa, Ajuj berani sekali dengan orang tuanya, sampai acara kabur dari rumah? Kalau soal ini, menurutku kurang edukasi.
Sejauh membaca, kumenemukan sesuatu yang
mengingatkan tentang masa lalu. Hm, bukan masalah cinta kok. Akan tetapi,
perihal kegiatan di bidang seni.
Saat SMA, tiga tahun berturut-turut aku mengikuti latihan
untuk lomba karawitan dalam rangka Grebeg Suro Ponorogo. Aku bertindak sebagai backing
vokal. Ada vokal tunggal dan pengiring. Maklum, aku tidak terlalu mahir
bernyanyi Jawa kalau disandingkan dengan para sinden. Ya bisa, kalau dinilai
paling ya cukup.
Ingatanku melalangbuana, bagaimana saat
aku menyanyikan lagu-lagu tembang macapat. Oh ya, saat SD dulu, aku pernah,
tepatnya hampir diajukan untuk lomba tembang macapat Kinanthi dan Dhandanggula.
Kira-kira aku duduk di kelas 4.
Dari teman sekelas, dipilihlah aku. Kemudian
dilombakan dengan kelas atas 5 dan 6. Di sinilah aku gugur. Kakak kelasku ada
yang lebih pandai melantunkan tembang itu.
Semenjak itu Mas, aku sering diberi job
menyanyikan lagu Jawa. Pernah tuh di acara agustusan, halal bihalal, dan ulang
tahun seseorang. Aku sih oke saja waktu itu, karena suka. Mas tahukan sesuatu
yang dilakukan karena memang dasarnya suka, hobi, pasti hati pun tampil maksimal. Ya paling
tidak bisa menghibur.
Berjalan maju, setelah SD, saat SMP
kelas 2 kalau tidak salah, juga ada lomba serupa. Aku dipilih tapi cukup
antarkelas. Ya ceritanya sama, ada yang lebih dariku. Tidak papa, menjadi
terbaik di kelas itu sudah sesuatu yang luar biasa.
Untuk tampil, doaku barulah terkabulkan
saat SMA. Aku melanggengkan sinden dan bermain karawitan. Tapi, lebih fokus di
sinden sih. Setiap lomba, aku selalu mendokumentasikan. Foto-foto itu masih. Kalau aku rindu tentang kenangan itu tengoklah kembali.
Seni, aku suka seni. Seni apa saja,
kecuali menggambar. Soal ini, aku suka bertindak sebagai penikmat. Tidak terlalu
pandai menggambar, apalagi pakai teknik yang macam-macam itu.
Seni tari, hmm suka sekali. Sejak kecil
aku suka menari. Hingga aku mendapat julukan peri ngebor semasa kecil. Hehehe,
menari dan menyanyi suka hingga sekarang. Sayangnya untuk menari sudah
kuliburkan semenjak kuliah.
Sedih, ya sedih, tapi cukup terhibur dan
berbangga diri begitu mengundur ingatan. Setidaknya dulu pernah tampil di
panggung besar Ponorogo, acara perpisahan di sekolah, acara halal bihalal,
acara agustusan, acara pernikahan, dan acara-acara lain.
Oh ya, kamu juga pecinta seni kan? Aku masih
menyimpan gambar batikmu lo. Maaf, sudah sedikit lusuh gambarannya.
Apakah kamu di sana masih suka membuat
karya-karya terbaru motif batik? Hmm, batik Indonesia sangat terkenal lo Mas. Beberapa
wisatawan negeri meliriknya, hingga sampai akan diklaim.
Batik terus hidup hingga saat ini Mas.
Meski perabadan pop amat popular, keberadaan batik tidak tersingkirkan. Buktinya,
masih banyak orang mengenakan baju batik. Bahkan, motif serupa batik kembali
hidup di baju-baju ala sekarang. Hanya saja modelnya agak kekinian. Semoga batik
bisa hidup hingga akhir zaman, Mas.
Nanti di tanggal 2 Oktober kita rayakan
bersama. Kalau bisa di hari Batik itu kamu kembali menelurkan motif batik baru.
Sungguhan ya.
Mas Fendik terkasih, aku berharap di
hari itu pula, kita bisa mengenakan batik bersama. Bersama kita tunjukkan kita
cinta seni. Seni hidup dan menyatu dengan darah dan daging kita.
Kita cinta batik, cinta Indonesia dengan
menggunakan dan mempromosikan kepada dunia.
Panjangkan umurku Tuhan untuk senantiasa
menjaga anugerah yang kau titipkan di bumi. Sungguhan, sekuat dan semampuku
untuk kehidupan adalah perbuatan bukan orasi buatan.
Oh ya, tentang buku tadi selain seni aku juga menemukan sesuatu yang menarik lain. Nanti deh akan aku sampaikan di surat selanjutnya. Sekarang cukup kita berbesar hati atas kebaktian batik kita.
Begitu.
Suci Ayu Latifah
14.05.2020
Komentar
Posting Komentar