Langsung ke konten utama

Sinopsis Lolong Anjing di Bulan Karya Arafat Nur





Novel Lolong Anjing di Bulan karya Arafat Nur bercerita tentang sejarah pemberontakan di Tanah Abang, Aceh. Pemberontakan berlangsung pada tahun 1976-2005. Selama kurang lebih 29 tahun suasana Aceh diliputi dengan kekerasan dan ancaman. Selepas kesepakatan perjanjian helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005, kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) resmi bersatu. Pemerintah RI dan GAM berkomitmen menyelesaikan konflik secara terhormat bagi semua pihak, dengan solusi yang damai, menyeluruh, dan berkelanjutan. 

Zubaidah Djohar, sastrawan dan peneliti bidang Sosial-Politik di Aceh memberikan testimoni bermula pemberontakan banyak melahirkan para pejuang, mata-mata, pengkhianat, sekaligus masyarakat tak berdosa yang terkena imbasnya. Novel ini baginya penting untuk dibaca untuk memotivasi generasi muda. Sementara, Eka Srimulyani, guru besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh, menjadikan novel sebagai motivasi bahwa harga diri sebuah perdamaian sangatlah mahal.

Nazir adalah tokoh utama dalam novel Lolong Anjing di Bulan. Nazir bergerak sebagai episentrum cerita. Dia adalah tokoh lelaki remaja yang menceritakan gejolak lahir dan batinnya. Ia kelahiran 1976. Zaman Orde Baru pemerintahan Soeharto adalah tahun-tahun keburukan, kesengsaraan. Ketertindasan dan ketakadilan dilakukan pemerintah. Pemerintah bermain politik, mereka bertindak semena-mena. Bukti ketertindasan dan ketakadilan adalah pemerintah menjarah kekayaan alam, minyak dan gas bumi. 

Rakyat tercekik di tanah negerinya yang melimpah dan subur. Rakyat seumpama sapi perah. Mereka jarang bisa menikmati hasil bumi dengan baik. Kalau tidak harga jual murah, ya dirampas oleh tentara. Beberapa warga justru membeli beras catu di pasar Buloh Blang Ara. Padahal, pengorbanan rakyat Aceh bagi tanah air bisa dibilang lebih. Rakyat telah mengumpulkan iuran uang untuk pembangunan. Saudagar terkaya di Aceh menyumbangkan bongkahan emas untuk dipasang di tugu monas, serta sumbangan uang untuk membeli pesawat Garuda.

Kampung Alue Rambe adalah latar cerita pemberontakan. Adalah salah satu kampung terpencil di pegunungan Aceh Utara sebelah selatan kota Lhokseumawe. Kampung itu menjadi sasaran tentara pemerintah. Di kampung itulah hidup kelompok GAM yang hendak melawan kelaliman pemerintah. Suasana was-was meliputi kampung Alue Rambe dan sekitarnya. Setiap hari tentara keluar-masuk mengintai kelompok GAM. Masyarakat yang berhubungan dengan pemerintahan dicurigai pemberontak. Mereka akan ditangkap, disiksa, lalu dibunuh. 

Arkam adalah pemimpin perang GAM. Ia telah menyerahkan dirinya untuk Aceh. Arkam belajar keprajuritan selama setahun di Libya. Ia kembali  ke tanah air siap untuk perang. Ia membawa senjata perang berupa AK-47 dan pistol Baretta Italia. Perlawanan Arkam membangkitkan perjuangan Hasan Tiro di kaki gunung di Pidie. Kam adalah adik ipar tokoh Ibu. Usianya sekitar 30 tahun saat perang.  Perjuangan Arkam dimulai bersama ketujuh kawannya mencari pendukung. Mereka membangkitkan semangat orang-orang untuk berjuang melawan pemerintahan Jakarta.

Arkam bersemangat menyerang tentara. Ia bersama kelompoknya mengirimkan rentetan peluru di markas tentara. Arkam percaya, ia mampu mengusir tentara dengan senjatanya.  Sekitar tiga tentara telah ia bunuh dengan senjatanya. Tentara pun tidak mau kalah. Mereka melampiaskan kemarahannya pada masyatakat. Hingga peluru telah melesatkan sasarannya pada salah satu warga. Kemarahan juga dilakukan tentara dengan cara masuk ke rumah warga dan menjarah beberapa barang emas-emasan dan perabotan. Sebagaimana keluarga Nazir kehilangan kalung emas.

Berurusan dengan pemberontak membuat Arkam jarang pulang. Ia di pemerintahan mendapat tugas mengurus ketentaraan hingga pembentukan pemerintah sipil di Kecamatan Buloh Blang Ara. Ia juga dipercaya untuk bertukar pikiran dengan gubernur di hutan Nisam. Karena itulah, Arkam meminta Ayah menjadi camat untuk melancarkan urusannya. Camat bertugas sebagai mata-mata gerak tentara. Dengan berat hati, Ayah pun menerima tawaran itu. 

Semenjak itulah, Ayah diliputi ketakutan apabila jabatannya diketahui tentara. Sebab tentara, akan memburu orang yang bersekongkol dengan kelompok pemberontak. Hingga pernah selama seminggu Ayah tidur di persembunyiannya dekat dangau. Ayah ditemani oleh Nono, anjing yang sangat berjasa di kehidupannya. Anjing itu menurut dengan perintah Ayah. Termasuk menjaga sawah dan kebun, juga rumah pada malam hari. Anjing itu pula, telah setia menjaga Ayah di pusara hingga ia pun sakit dan akhirnya meninggal. Anjing itu dulunya ditemukan dalam keadaan sakit. Ayahlah yang merawat dan mengobatinya. Ayah teramat sayang dengan anjing itu seperti menyayangi anak-anaknya.

Perjuangan Arkam, menimbulkan getar-getir masyarakat. Di suatu siang, masyarakat dikumpulkan di halaman masjid. Tentara meminta mereka untuk mengatakan keberadaan kelompok GAM. Sebab, tidak ada yang membuka mulut, sebagian dari mereka berjenis kelamin laki-laki di siksa. Ada yang daun telinganya dipotong. Beberapa tubuh memar dan luka-luka ringan. Ayah Arkam pun tewas, dipintas waktu karena disiksa tentara. Ibu Arkam kemudian sakit hingga berhari-hari. Bersamaan itu, Arkam pun meninggal karena tertangkap oleh tentara.

Setelah kematian Arkam, perjuangan dilanjutkan oleh Ahmad Kandang. Sebelum dan akhirnya perjuangan berlanjut, banyak perubahan di kampung. Tentara mulai menggelar upacara agustusan di lapangan. Tentara jarang menyusup sehingga masyarakat sedikit bernapas lega. Namun, begitu tentara masuk kampung akan ada korban. Termasuk Yasin, Ayah, dan beberapa warga lain.

Yasin disiksa karena melawan tentara. Setelah pelipisnya ditembak, tubuhnya diikat di belakang truk. Diseretlah tubuhnya sejauh dua kilometer. Kemudian, jasatnya yang tinggal tengkorak kepala itu dibiarkan saja. Ayah telah meninggal diculik tentara. Bersamaan itu, Baiti diperkosa hingga melahirkan anak yang diberi nama Muslim. Jasat Ayah di temukan di pinggir jalan hutan, jauh dari perkampungan. Jasat itu diboponglah Muha ke rumah. Nono memberikan jalan petunjuk yang aman untuk dilewati. Sementara keadaan rumah masih terguncang. Tambah terguncang begitu jasat Ayah dimakamkan. 

Kematian Ayah, membuat Nazir mengurus ladang dan kebun secara penuh. Setiap hari ia disibukkan dengan urusan pertanian. Nazir bersama anggota keluarga bersama-sama menggarap ladang dan kebunnya, juga milik Kakek. Sebab itu, pendidikan Nazir terbengkalai. Ia hanya bisa bersekolah hingga tamat SMA. Itupun sudah termasuk tinggi dibandingkan anak-anak lain. 

Semua beban keluarga dilimpahkan pada Nazir sebagai satu-satunya anak lelaki. Sampai Nazir merasa otot-ototnya telah kuat. Di ladang dan kebun yang mereka urus ditanamilah buah-buahan, empon-empon, dan beberapa pohon. Nazir pula, melanjutkan mengurus Nono sebagaimana Ayahnya. Anjing itu sangat penurut kepadanya. Selalu ada setiap dibutuhkan untuk menjaga rumah, ladang, dan kebun.

Selanjutnya, pada masa pimpinan Ahmad Kandang, kelompok GAM gencar-gencarnya meneror beberapa markas tentara menggunakan rakitan bom dan peluru. Masa perjuangan ini, banyak tentara yang tewas, begitupula masyarakat yang kena imbasnya. Mahmud, suami Baiti adalah salah satu anggota Ahmad Kandang. Ia bertugas mengirikan surat antarkelompok dan mengurus masalah keuangan. Keluarga yang ditinggal mati akan diberi nafkah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Termasuk keluarga yang bergabung dengan kelompok pemberontak. Oleh karena itulah, Mahmud tidak ada waktu untuk menjenguk rumah. Meskipun begitu, tugas menafkahi istri dan anak tetap ia lakukan. Tak jarang, ia membelikan oleh-oleh kepada mereka dan keluarga, serta membelikan baju untuk Muslim.

Perjuangan masa Ahmad Kandang bisa dibilang cerdik dalam rangka melakukan penyerangan. Mereka melakukan penyamaran untuk meninggalkan jejak. Sebagaimana penyamaran yang dilakukan di sebuah kedai. Mereka menyamar menjadi seperti sedang melakukan acara hajatan. Hal itu juga dilakukan ketika di pasar. Penyamaran seolah-olah menjadi penjual dan pembeli. Namun, tidak berjalan lama. Ahmad Kandang akhirnya meninggal karena bom buatannya sendiri. Kemudian, perjuangan dilanjutkan oleh Raiyan.

Semasa pemberontakan hingga pada angkatan Raiyan, nasib masyarakat Aceh tidak karuan. Hidup mereka dicekam puluhan tahun, anak-anak kehilangan masa depan, ekonomi buruk—masyarakat melarat, dan hidup di tengah ancaman dan kekerasan. Kepedihan terterima keluarga Nazir. Setelah Kakek, Nenek, dan Ayah tewas, disusullah Muha. Muha disiksa dan dibunuh. Jenazahnya dibiarkan di pinggir jalan dengan dada terbelah. Tentara telah mengambil jantung Muha. Terakhir, adalah kekasih Nazir yang juga diperkosa oleh tentara.

Peristiwa tidak perikemanusiaan membuat Nazir menaruh rasa belas dendam kematian. Nazir berjanji pada dirinya akan membalas kematian keluarganya dan masyarakat Aceh. Setelah melakukan kesepakatan dengan Raiyan, Nazir dinyatakan sebagai anggota kelompok perang GAM. Ia akan melewati tahap latihan perang sebagai bekal di lapangan. Di sela-sela latihan perang di hutan Nizam, Nazir masih menyempatkan diri mengurus ladang. Ia akan kembali ke kampung ketika keadaan nyaman. Lalu menyelesaikan pekerjaannya. Sebagaimana yang dilakukan Muha dulu.

Ibunya yang renta sering menanyakan keberadaan dan masa depan Nazir. Sebab itu, pikirannya terbelah, ia harus memikirkan keluarganya, dirinya, dan tanggung jawabnya sebagai anak lelaki satu-satunya di keluarga. Nazir berjanji kepada Ibunya akan segera menikah apabila urusannya telah selesai. Misi hidupnya telah dicapai. Nazir tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk juga berjuang demi tanah kelahirannya.

Masa perjuangan Raiyan, dengan giat Nazir berlatih memegang senjata, cara menembak, dan pengamanan diri. Setelah siap perang, penyerangan pun dilakukan. Nazir, Raiyan, dan Biram dengan cerdik menyusup markas-markas tentara. Beberapa penyerangan tidak diketahui bekas jejaknya oleh tentara, sehingga bisa leluasa meneror dengan rentetan peluru. Kelompok mereka juga bergabung dengan pasukan lain. Kedua kelompok ini merencanakan penyerangan secara bersama-sama di wilayah Kecamatan Buloh Blang Ara. 

Penyerangan berjalan dengan baik. Dari kelompok pemberontak tidak ada korban. Mereka menyusup perlahan ke dalam hutan, begitu kelompok tentara membalas tembakan. Novel itu berakhir pada adegan ciuman Nazir dengan Zulaiha. Adalah gadis desa pujaan hati Nazir, telah sah menjadi istrinya. Perjuangan menikahi Zulaiha teramat dirasakan Nazir. Ia harus kehilangan mas kawin karena diambil oleh tentara. 

Lamaran itu akhirnya tertunda, hingga di tahun 2002, Nazir menikahi Zulaiha dengan mahar lima mayam emas. Di tengah kegamangan perjanjian Jeda Kemanusiaan, Nazir membuat pesta kecil yang dihadiri kerabat dan temannya. Sebuah perjanjian kesepakatan antara pejuang Aceh dan pemerintah Indonesia yang ditandatangani di Swiss. Perjanjian itu adalah kesepakatan untuk tidak memburu dan menyerang antarsesama.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...