Langsung ke konten utama

Sinopsis Jazz, Parfum dan Insiden Karya Seno Gumira Ajidarma



Kisah fiksi beraroma fakta adalah Jazz, Parfum, dan Insiden. Seno membalut aksi kekerasan di Timor-Timor dengan bumbu percintaan antara pengarang dengan beberapa wanita yang khas dengan parfum di tubuhnya. Wanita-wanita itu adalah rekannya, wanita yang dijumpainya di sebuah tempat, dan wanita yang dikenalnya.

Fakta tentang saksi mata insiden Dili di pemakaman Santa Cruzz dibumbuhi kisah fiktif. Mengapa Seno melakukan ini karena ketidakpuasaan dalam hal kebebasan pers pada masa Orde Baru. Akhirnya, terbitlah buku ini untuk membongkar kebusukan pemerintah dan informasi yang tumpang-tindih di media.

Perihal pembunuhan dan pembantaian secara gamblang dapat dibaca melalui tulisan-tulisan dari para saksi mata. Saksi mata itu menyeluruh, baik dari sudut pandang masyarakat, korban, kelompok mahasiswa, penjabat, wartawan, pengusaha, orang gay dan lesbian, binaragawan, panglima militer, dan masih banyak lagi. 

Sebagai pecinta keindahan dan wanita, Seno membubuhkan aroma sensual percintaan di Insiden dan Parfum. Yaitu pertamuan dengan wanita dalam hidupnya. Wanita cantik dengan khas parfum yang dikenakan. Perempuan pandai, namun dengan seribu luka dalam hatinya. Sebagian wanita-wanita itu menyembuhkan luka dengan menyakiti dirinya sendiri. Ada pula, dengan menyakiti orang lain. Ada pula, yang memilih mencintai sesamanya. 

Wangi parfum yang semerbak di antaranya merk obsession, eternity, escape, poisom, l’eau d’issey. Hari-hari Seno, sembari membaca semua tulisan dari para saksi mata mendapat hiburan mendengarkan musik luar negeri, seperti Thelonious Monk, Chick Corea, Keith Jarrett, I’m Getting Sentimental Over You, dan masih banyak lagi. Dari wanita ragam itu, beberapa menjalin hubungan dengan Seno, dengan ditunjukkannya rasa sakitnya perpisahan, indahnya pertemuan, adegan ciuman, dan lain sebagainya. 

Baiknya, wanita-wanita itu menghargai Seno bahwa keduanya sama-sama tersakiti oleh cinta. Hingga pada seorang wanita yang juga mencintai keindahan senja yang hadirnya sementara. Mereka sering menatap senja di tempat masing-masing dan membicarakan melalui telepon genggam. 

Dalam roman itu, Seno juga bercerita tentang dirinya yang muak dengan laporan bertumpuk dan berserakan. Namun, bagaimanapun ia tetap harus membaca untuk membuat laporan. Hingga ia bermalam-malam di kantornya, mencabut kabel telepon, menggagalkan acara kencan dengan wanita hanya untuk menyelesaikan membaca tulisan-tulisan itu. 

Sementara, media lain sudah ada yang melaporkan tentang Timor-Timor. Kejenuhan, kebosanan, dan kemuakan menyergap Seno selama membaca tulisan itu. Terlebih begitu menjumpai tulisan yang bergizi tapi risiko ditulis. Pula, tulisan yang dicurigai kebenarannya, tulisan yang bahasanya acak-acakan, dan ragam tulisan dari para saksi mata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Karya di Koran Radar Madiun Grup Jawa Pos

Halo sahabat menulis. Sudahkah hari ini kalian menulis? Kalau boleh tahu, apa karya terakhir kamu? Ada kabar menarik lo, di koran Radar Madiun grub Jawa Pos terdapat kolom Litera yang memuat karya-karya beraroma sastra. Seperti cerpen, puisi, esai sastra.  Sebenarnya, kolom ini sudah lama ya, sekitar di tahun 2019 akhir. Bagi sahabat memiliki karya, boleh banget dikirim saja di kolom ini.  Aku sudah tiga empat kali muat di sana. Pertama, karya yang termuat adalah puisi tentang kemarau. Kemudian, tulisan kedua berupa cerpen. Cerpen tersebut berjudul Pertanyaan Kalila, dimuat edisi 19 Januari 2020. Ini adalah cerpen saya, bisa langsung intip di blog ya, https://mbak-suci.blogspot.com/2020/01/cerpen-pertanyaan-kalila.html. Ketiga, sebuah esai menarik atas refleksi dari pembacaan novel-novel Arafat Nur. Esai sastra itu berjudul Novel, Kritik Sosial, dan Tragedi Kemanusiaan. Tulisan termuat pada 2 Februari 2020. Kalau sahabat penasaran, bisa intip tulisan di link ini ya, https://mb...

Sinopsis Novel Lampuki Karya Arafat Nur

  Pertemuan dua bukit itu menyerupai tubuh manusia terlentang dengan kedua sisi kakinya merenggang, terkuak serupa selangkang perempuan, sebab di seluk situ tak ada gumpalan melainkan lubang. Persis di selangkangan bukit itulah rumah-rumah beton mungil bercat kapur menumpuk, saling berdesakan, terkesan seperti sedang berlomba-lomba hendak memasuki liangnya.   Begitu sepenggal paragraf pembuka novel Lampuki karya Arafat Nur. Penggalan paragraf di atas mengilustrasikan kampung Lampuki yang menjadi latar tempat dalam novel tersebut. Novel peraih Khatulistiwa Literary Award 2011 ini, menyuguhkan cerita yang menarik, pedih, dan berani; mengungkit Aceh sebagai luka yang belum sepenuhnya selesai. Dengan gaya penceritaan satire yang cerdas, membincangkan luka negeri sambil tertawa.    Lampuki dikisahkan dalam sudut pandang orang pertama serba tahu melalui tokoh bernama Muhammad Yusuf. Ia adalah seorang teungku di kampung Lampuki. Sebuah kampung di kawasan kaki bukit de...

Setiap Bepergian, Pulang Bawa Tulisan Jurnalistik

Impian Suci Ayu Latifah menjadi wartawan tidak bisa ditawar. Kemampuan menulis terus diasah demi profesi idamannya sejak SMA itu. Salah satunya menjadi citizen reporter.  Senyum Suci Ayu Latifah mengembang kala diminta naik ke atas panggung. Tepuk tangan lantas mengiringi langkah kaki wisudawati jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Ponorogo 2018/2019 itu yang meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,88. Nilai itu membuatnya menjadi lulusan terbaik. ‘’Setelah lulus ini, saya ingin jadi reporter,’’ katanya. Wartawan adalah profesi idaman Suci sejak SMA. Bermula dari hobinya mengisi  majalah dinding (mading) dengan karya tulis. Ternyata, karya tersebut diapresiasi teman dan guru-gurunya. Lulus SMA, Suci mengenal Sutejo, pakar literasi Kemendikbud. Ujung pertemuan itu tidak sekadar mengubah pandangan terhadap wartawan. Warga Desa Pangkal, Sawoo, itu juga menjadi anak asuh akademisi yang merupakan ketua STKIP Ponorogo tersebut. ‘’Jadi, awaln...