“Cinta adalah karunia Tuhan kepada jiwa-jiwa yang peka dan agung.
Haruskah kita campakkan kekayaan ini dan kita biarkan babi-babi itu
memporak-porandakan dan menginjak-injaknya. Dunia begitu penuh keajaiban
dan keindahan. Lalu mengapa kita hidup dalam terowongan sempit yang
digali oleh pendeta itu untuk kita. Hidup penuh dengan kebahagiaan dan
kebebasan, mengapa kita tetap membiarkan belenggu di pundak dan kita
patahkan rantai yang menjerat kaki kita, lalu berjalan bebas menuju
kedamaian.”--Kahlil Gibran.
Tuhan, dalam doa malam ini, sampaikan salam rindu pada kekasihku. Merindu akan sayapnya adalah sebuah keyakinan. Aku percaya, kirimanmu tidak salah. Pada saatnya akan tiba dan mengobati rindu mendera.
Tak mudah berjalan di bumi dengan sepasang kaki. Butuh kaki lain untuk menyatukan pikiran, menciptakan peradaban. Karenanya, dalam surat malam ini, aku hendak mengadu padamu.
Kekacauan di bumi tiada henti setiap waktunya. Adu saling beradu tanpa ada batas. Sayat luka belum sembuh, tumbuh luka-luka lain. Nahasnya, tidak banyak dari mereka telah mencipta luka pada orang-orang. Yang aku tahu, mereka tertawa atas keberhasilan membuat luka tanpa disadari. Bukankah merampas kebahagiaan orang adalah sesuatu kemurkaan atas-Mu?
Aku pernah bermimpi tentang kehidupan yang tentaram, damai, dan sentaosa. Kami bergerak bersama. Bangun untuk sesama. Lelaku hidup atas nama kehidupan. Hakikat hidup bagiku, seberapa besar menghayati kehidupan. Penghayatan atas perenungan panjang, merefleksikan diri, dan kemudian bersungguh-sungguh berubah dari kesalahan, kekalahan, kelemahan, ketakberaturan.
Tuhan, dalam harapan mimpi besarku, doaku sekali lagi sampaikan salam rindu pada kekasihku. Sebuah rindu tentang kebersamaan misi dan visi. Tentang ikrar kehidupan di dunia. Hidup sekali, mengapa harus terus meluka.
..8/20.
Tuhan, dalam doa malam ini, sampaikan salam rindu pada kekasihku. Merindu akan sayapnya adalah sebuah keyakinan. Aku percaya, kirimanmu tidak salah. Pada saatnya akan tiba dan mengobati rindu mendera.
Tak mudah berjalan di bumi dengan sepasang kaki. Butuh kaki lain untuk menyatukan pikiran, menciptakan peradaban. Karenanya, dalam surat malam ini, aku hendak mengadu padamu.
Kekacauan di bumi tiada henti setiap waktunya. Adu saling beradu tanpa ada batas. Sayat luka belum sembuh, tumbuh luka-luka lain. Nahasnya, tidak banyak dari mereka telah mencipta luka pada orang-orang. Yang aku tahu, mereka tertawa atas keberhasilan membuat luka tanpa disadari. Bukankah merampas kebahagiaan orang adalah sesuatu kemurkaan atas-Mu?
Aku pernah bermimpi tentang kehidupan yang tentaram, damai, dan sentaosa. Kami bergerak bersama. Bangun untuk sesama. Lelaku hidup atas nama kehidupan. Hakikat hidup bagiku, seberapa besar menghayati kehidupan. Penghayatan atas perenungan panjang, merefleksikan diri, dan kemudian bersungguh-sungguh berubah dari kesalahan, kekalahan, kelemahan, ketakberaturan.
Tuhan, dalam harapan mimpi besarku, doaku sekali lagi sampaikan salam rindu pada kekasihku. Sebuah rindu tentang kebersamaan misi dan visi. Tentang ikrar kehidupan di dunia. Hidup sekali, mengapa harus terus meluka.
..8/20.
Komentar
Posting Komentar