Untuk kamu satu-satunya tetap tenang. Kita telah memasuki
bulan kemerdekaan. Benarkah kita telah merdeka?
Agustus akan kita jalani dengan seabrek rasa. Semarak merah-putih berkibaran di
bumi Indonesia. Apakah kau sudah memasang bendera di sekitar rumahmu?
Aku banyak menjumpai penjual bendera di tepian jalan. Mereka
ada yang menggelar tikar sambil selonjoran. Ada pula yang memanfaatkan belakang
truk untuk jualan. Ada pula mereka yang keliling menjajakan bendera. Dan, ada
pula sebagian mereka yang menggantung bendera menggunakan tali. Mereka mengikat
tali itu untuk menjemur, tepatnya menjual bendera. Ayo sapa mereka, Mas!
Membeli bendera dan menyampaikan salam merdeka—ya merdeka atas kebebasan yang
dimiliki.
Pandemi belum berakhir. Cerita tentang Indonesia resesi
sudah bertaburan di media. Aku membacanya, tampak ngeri. Seseorang bercerita
padaku di sebuah pertemuan, apabila pandemi terus begini, atau justru semakin
bermutasi, maka tidak menutup kemungkinan kita akan mengalami kecemasan akan
krisis moneter. Jika benar, maka inilah kali pertama aku akan melewati
masa-masa sulit itu.
Berhemat ya, Mas. Pandailah membedakan antara kebutuhan dan
keinginan. Aku rasa kamu cukup dewasa tentang ini. Aku tidak bisa membayangkan
apabila masa itu benar terjadi. Aku takut penjarahan, perampokan, perampasan,
penculikan, dan segala hal yang beraroma negatif dampak dari krisis. Semoga
tidak benar terjadi ya. Doa terbaikku, Indonesia sehat sentaosa.
Hidup memang penuh persoalan. Setiap harinya, persoalan
tentang hidup manusia tiada henti. Barulah akan berhenti ketika manusia—kita telah
tiada. Berbicara tentang hidup, tiada pernah habisnya. Sejak abad ke-9 para
filsuf telah membahas, menganalisis, kemudian memahami hakikat hidup. Bahwa
hidup sesungguhnya persoalan perkara. Sifat kritis, pikiran skeptis menimbulkan
masalah. Namun, itu biasa sebab kita terbiasa dengan masalah.
Masalah, aku percaya akan menggerakan seseorang untuk
berbuat—membantu dan menolong sesama, berempati dan bersimpati dengan manusia
satu dan lainnya. Masalah, aku percaya akan mendewasakan. Persoalan hidup kita
jadikan latihan mental supaya otot-otot pikiran kita sehat. Kau tahu Mas, otak
kita telah teracuni oleh banyak hal. Kita tidak sadar mengidap sakit jiwa.
Apakah kau merasa bahwa dirimu waras?
Orang-orang berpendidikan banyak yang gila, Mas. Justru
orang tidak berpendidikan itu waras. Sebab, ada toleransi karena ketidaktahuan.
Berbeda dengan orang berpendidikan, tentu hal mana yang baik atau buruk, salah
atau benar. Walhasil, tak banyak mereka berlaku baik dan benar. Mereka justru
karena kepandaiannya, membuat dirinya bodoh dalam sekajap. Sebutlah mereka
pelaku korupsi. Mereka adalah orang bodoh dalam sekajap.
Selain mereka, tentu masih banyak lagi, Mas. Aku tidak mau
membahas. Di surat ini aku bermaksud mengucapkan salam merdeka untukmu. Merdeka
atas kekekalan hidupmu, Mas. Semoga aku bisa menjalani hari-hari ini ya.
Merdeka, Merdeka, dan Merdeka. Sekali merdeka tetaplah
merdeka.
Merdekakan diri kita secara lahir dan batin. Jangan mau
terkungkung oleh nafsu dan hasrat menghancurkan diri. Hidup sekali, mari
berbuat kebaikan. Saling menggerakan mengantarkan pada paradigma hidup
bermakna. Filosofi hidup sesungguhnya adalah seberapa besar kebaikan yang kita lakukan
selama hidup. Mari merefleksikan kebaikan hari ini, sebelum menjemput hari
esok.
Untuk kamu satu-satunya, Mas. Kabarkan kebaikan padaku
tentangmu, tentang Indonesia dan masa depannya.
Salam bahagia.
Komentar
Posting Komentar